Timlo.net — Pandemi Covid-19 dinilai tidak menurunkan tingginya jumlah pelanggaran Pilkada 2020. Bahkan ada kecenderungan naik. Salah satunya, dugaan pelanggaran politisasi bantuan sosial (bansos).
Menanggapi keadaan ini, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar tegas menerapkan sanksi berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
“Walau pun pandemi Covid-19, tetapi tidak menurunkan juga jumlah pelanggaran. Walau pun ada beberapa waktu jumlah pelanggaran itu menurun sekali, tetapi ada beberapa yang sudah mulai naik,” kata Bagja melalui keterangan tertulisnya, Jumat (26/6), sebagaimana dikutip dari laman infopublik.id.
Bawaslu mencatat, dugaan pelanggaran hingga 11 Mei 2020 yaitu terdapat 552 temuan, 108 laporan, dan 132 bukan pelanggaran.
“Jenis pelanggaran administrasi ada 157, kode etik ada 24, pelanggaran pidana ada dua, dan 348 pelanggaran hukum lainnya seperti pelanggaran netralitas ASN,” ujarnya.
Bagja menuturkan, dugaan politisasi bansos oleh kepala daerah yang berpotensi kembali mencalonkan terjadi di 12 provinsi dan 23 kabupaten kota.
“Kami juga mencatat ada di dua belas provinsi dengan 23 kabupaten kota yang terdapat pembagian bansos dan diduga dipolitisasi dengan menempelkan gambar kepala daerah yang berpotensi menjadi petahana,” ungkapnya.
Provinsi dan kabupaten kota tersebut yaitu Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu, Indragiri (Riau), Pelalawan (Riau), Ogan Ilir (Sumatera Selatan), Jambi, Lampung Timur (Lampung), Pesawaran (Lampung), Way Kanan (Lampung), Lampung Selatan.
Selanjutnya, Kabupaten Pandeglang (Banten), Pangandaran (Jawa Barat), Cianjur (Jawa Barat), Sumenep (Jawa Timur), Jember (Jawa Timur), Klaten (Jawa Tengah), Semarang (Jawa Tengah), Purbalingga (Jawa Tengah), Gorontalo, dan Keerom (Papua).
Terhadap dugaan politisasi bansos tersebut, kata Bagja, Bawaslu tidak bisa melakukan penindakan pelanggarannya, sebab saat itu belum ada produk hukum yang mengatur dan terkendala aturan persyaratan enam bulan sampai masa penetapan calon.
Bagja menyebutkan maka saat itu diusulkan untuk politisasi bansos diselesaikan dengan UU 23/2014.
“Kami minta ketegasan Menteri Dalam Negeri untuk menerapkan ketentuan Pasal 76 UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014,” katanya.
Sumber: infopublik
Editor : Wahyu Wibowo