Solo — Tiga terdakwa kasus dugaan kejahatan perbankan, yakni Natalia Go, Vincensius Hendry dan Meliawati memberikan kesaksian di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (29/6). Ketiga terdakwa disidang secara bergilir, untuk menyatakan bahwa saat mereka menjalankan tugas penarikan uang yang dilakukan salah seorang pemilik rekening (Waseso —Red) sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Penarikan uang yang dilakukan salah satu pemilik rekening (Waseso) sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP),” tandas Vincensius Hendry saat memberikan keterangan.
Ketiga terdakwa menjelaskan di hadapan majelis hakim yang diketuai H Muhammad SH MH, bahwa syarat penarikan uang dalam rekening bersama atau join and, dapat dilakukan satu pemilik rekening asalkan pemilik rekening lainnya turut menandatangani slip penarikan uang dan menyertakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli.
Waseso dapat menarik uang di rekening bersama, kata Vincensius, karena membawa KTP asli milik Roestina Cahyo Dewi dan dalam slip penarikan uang sudah ada tanda tangan Roestina Cahyo Dewi. Menurutnya, sesuai ketentuan terpadu atau SOP tidak ada kewajiban untuk menghubungi atau mengkonfirmasi kepada Roestina Cahyo Dewi saat Waseso melakukan penarikan uang di Bank UOB.
Sedangkan Meliawati yang diperiksa terakhir sebagai terdakwa menyatakan bahwa setiap kali ada penarikan uang, pihak bank mengirim rekening koran di setiap bulannya kepada pemilik rekening.
“Selama mengirim rekening koran ke pemilik rekening, tidak ada komplain dari pemilik rekening,” jelasnya.

Sementara itu, Roestina Cahyo Dewi yang ikut menghadiri sidang membantah sebagian besar keterangan para terdakwa. Dia mengaku tidak pernah memberikan KTP asli miliknya kepada Waseso untuk penarikan uang di Bank UOB.
“Terlebih lagi, beberapa kali Waseso memalsukan tanda tangan saya untuk menarik uang milik saya sekitar Rp 21,6 miliar yang berasal dari buyer luar negeri,” ungkap pemilik pabrik garmen PT Ladewindo di Karanganyar itu.
Keterangan lain yang dikemukakan para terdakwa bahwa pihak bank mengirim ke rekening koran kepada pemilik rekening, hal itu juga dibantah Roestina Cahyo Dewi. Alasannya, dia yang tinggal di Jl Jaya Wijaya Nomor 188 A Surakarta tidak pernah menerima rekening koran dari bank.
“Sampai saat ini, saya tidak pernah mendapat rekening koran dari bank,” tegas Dewi.
Lucunya lagi, lanjut Dewi, saat dia mengambil uang di Bank UOB pada 24 April 2013, sekitar Rp 925,1 juta yang hanya menyertakan tanda tangan Waseso, namun tidak membawa KTP Waseso yang asli juga diproses pihak bank.
“Karena tidak ada kerugian dan tidak ada pemalsuan tanda tangan, penarikan uang yang saya lakukan tersebut tidak diproses secara hukum,” ungkapnya.
Yang menurutnya janggal, dalam ketentuan penarikan uang dapat dilakukan salah satu pemilik rekening dengan syarat penarik uang juga menyertakan tanda tangan pemilik rekening satunya dan menyerahkan KTP asli pemilik rekening satunya.
“Namun kenapa saat saya mengambil uang, tanpa menyertakan KTP asli milik Waseso, juga bisa menarik uang sesuai yang saya inginkan,” kata pengusaha yang mengaku rugi senilai Rp 21,6 miliar itu.
Seperti diketahui, perkara itu terjadi pada tahun 2016 lalu. Ketiga terdakwa, yakni pegawai Bank UOB, Natalia Go, Vincensius Hendry dan Meliawati diduga memberi kemudahan pengambilan dana di bank UOB sebanyak 18 kali yang dilakukan oleh Waseso.
Sedangkan dana itu ditabung atas nama Waseso dan Roestina Cahyo Dewi dengan menggunakan rekening join and. Waseso memalsukan tanda tangan Roestina untuk mengambil uang mencapai Rp 21,6 miliar. Waseso telah menjalani hukuman pidana akibat pemalsuan tanda tangan.
Editor : Marhaendra Wijanarko