Wonogiri — Hilangnya nilai histori budaya dan kesakralan di Makam Mbah Jonambang di Desa Watuagung, Kecamatan Baturetno, Wonogiri merupakan dampak dari renovasi asal-asalan. Bahkan oknum yang melakukan pembangunan makam kuno itu disebut-sebut telah mengingkari perjanjian awal.
“Makam itu dibangun Bulan Puasa kemarin, atau sekitar tiga bulan lalu,” ungkap Budiyanto, Ketua Karang Taruna Desa Watuagung, Baturetno, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (9/7).
Makam Mbah Jonambang berada di atas bukit yang memiliki luas area sekitar 10 hektar. Tanah itu pun berstatus tanah kas desa.
“Memang oknum berinisial P ini sebenarnya warga kelahiran sini, di sini juga ada familinya, tapi status kependudukannya bukan warga Desa Watuagung. Awalnya, dia hanya semacam ritual atau apa di sini, ketika lokasi ini ramai dikunjungi orang dia sempat pergi. Kemudian setelah kami vakum beberapa bulan karena sepi, tiba-tiba saja dia datang lagi bersama sejumlah rekannya memaksa ingin membangun makam tersebut,” kata dia.
Selama ini, kata Budiyanto, Makam Mbah Jonambang merupakan kawasan wisata spot selfie yang dikelola oleh Karang Taruna yang dipimpinnya.
Semenjak dibuka, lokasi itu menyita perhatian masyarakat. Buktinya, banyak pengunjung yang datang ke lokasi tersebut.
“Kalau menurut informasi yang saya terima dari Pak Kades waktu itu, P itu datang ke rumahnya bersama rekannya. Minta ijin agar bisa membangun Makam Mbah Jonambang, tapi karena belum ada kesepakatan warga, Pak Kades tidak berani memutuskan. Malah waktu itu, rekan-rekan P menggunakan ancaman,” bebernya.
Paska menebar ancaman, akhirnya berbuntut panjang. Warga bersama Karangtaruna meminta agar dipertemukan dengan kelompok oknum tersebut dalam satu forum. Kemudian, tutur Budiyanto, pemerintah desa melakukan mediasi untuk membahas masalah tersebut. Semua pihak diajak untuk berembug bersama dengan disaksikan oleh anggota kepolisian atau Bhabinsa.
“Tapi waktu mediasi itu kelompok oknum itu ditunggu sampai malam tidak datang. Lalu, salah satu Bhabinsa berinisiatif menghubungi P. Lewat telepon itu, disampaikan perihal kesepakatan warga. Intinya, boleh dibangun tapi tak boleh mengubah atau pun mengurangi bentukan keaslian Makam Mbah Jonambang dan situs lainnya,” tuturnya.
Sejak saat itu dirinya mengaku tidak mengamati seperti apa proses pembangunan makam tersebut. Bahkan ia baru mengetahui kondisi Makam Mbah Jonambang paska dibangun belum lama ini. Sontak ia kaget dengan perubahan yang terjadi. Dimana, sebanyak tiga situs makam kuno hilang. Dan yang paling membuat dirinya meradang, ketika melihat batu Makam Mbah Jonambang dipasang dengan posisi terbalik.
“Selama proses pembangunan itu kami tidak mengetahui dan tahu-tahu bangunan itu sudah jadi. Karena oknum itu juga tidak melibatkan warga setempat. Kalau begini jadinya ,kan berarti mereka mengingkari kesepakatan yang kami buat bersama waktu itu,” paparnya.
Budiyanto menyebut, dengan pembangunan itu justru menghilangkan situs budaya, kultur dan kesakralan seorang tokoh teladan. Dia mengaku kecewa dengan perubahan area Makam Mbah Jonambang. Sebab, berdasar sejarah rakyat dan bahkan pernyataan pihak Keraton Mangkunegaran, bahwa orang yang dikuburkan di lokasi tersebut merupakan abdi dalem di masa lampau.
“Beberapa waktu lalu, kami sudah sowan ke Keraton Mangkunegaran (Solo). Kami bertemu pejabat di sana. Bahkan waktu itu saya bawa batu makam dan batu bata yang kami ambil dari Makam Mbah Jonambang untuk buktinya. Mereka juga meyakini batu-batu itu sama persis seperti pada situs peninggalan Mangkunegaran lainnya. Tapi soal siapa yang dimakamkan di tempat itu pihak keraton belum berani meyakini, karena ahlinya sedang pergi ke Kalimantan. Pihak keraton sempat berjanji apapila ahlinya sudah datang akan diutus untuk mengecek lokasi makam. Sampai saat ini belum ada,” tandasnya.
Editor : Marhaendra Wijanarko