Wonogiri — Seorang bocah asal Dusun Sidorejo, Desa Setrorejo, Kecamatan Baturetno, Wonogiri, Rehan (14) bernasib malang. Sejak kecil, Rehan yang hingga kini belum bisa berdiri maupun berjalan, sudah ditinggal ibunya meninggal dunia.
“Ketika bayi, waktu itu sudah bisa tengkurap, tapi sampai lama belum bisa duduk. Sempat dibawa ke mana-mana, dari dukun urat sampai dokter,” terang neneknya, Sadiyem (70), Sabtu (11/7).
Rehan selama ini tinggal bersama sepupunya, nenek dan kakeknya dari ibu kandungnya, di Dusun Sidorejo, Desa Setrorejo, Baturetno, di sebuah rumah kecil sederhana. Rehan yang merupakan sekian anak berkebutuhan khusus (ABK). Ibu kandungnya yang merupakan anak ketiga Sadiyem, sudah lama meninggal.
“Ia ditinggal mati ibu kandungya, sejak usia 5 tahun,” ujar Mbah Sadiyem.
Sejak bayi, Rehan tidak bisa duduk, apalagi untuk berjalan. Jika ingin bergerak atau berpindah tempat, ia mengesotkan badannya sambil tengkurap.
“Kalau ayahnya, sudah meninggalkan Rehan sejak usia tujuh bulan. Sejak saat itu ayahnya baru satu kali menengok Rehan ke rumah, waktu itu ibunya masih ada,” paparnya.
Segala pengobatan sudah ditempuh keluarga tersebut. Namun usaha itu pun tak membuahkan hasil. Bahkan ketika ibunya masih hidup, Rehan sempat dibawa ke Jakarta untuk pengobatan. Hampir tiga tahun berobat di Ibukota, namun tidak ada perubahan.
Sadiyem masih ingat betul, sekitar tahun 2015, ibu kandung Rehan mengalami jatuh di Jakarta namun baru muncul gejala sakit saat pulang ke Wonogiri. Bahkan, ibu kandung Rehan sempat dibawa berobat ke rumah sakit di Solo sebanyak tiga kali. Waktu itu ,dia diharuskan menjalani operasi.
“Saat kami selesai mengurus BPJS paginya, ee.. sore harinya ia meninggal,” tuturnya.
Sadiyem mengaku mempunyai tiga anak dan tiga cucu. Dua orang cucunya yakni Rehan dan sepupunya, serta satu lagi di Jakarta. Namun tiga anak kandungnya saat ini sudah meninggal semua. Rehan sendiri memiliki kesukaan makan mie instan. adiyem mengaku selalu memiliki persediaan mie instan di rumahnya.
“Beruntung anaknya penurut. Dimandikan gampang, makannya juga gampang. Bahkan kadang sehari bisa makan lima kali. Tapi kalau yang nyuapin bukan saya atau kakeknya, dia tidak mau. Terkadang kasihan, kalau saya belum pulang dari sawah, walaupun ada orang yang nyuapin tetap saja tidak mau. Jadi saya tidak tega kalau mau ditinggal kemana-mana, makanya saya suruh sepupunya yang menjaganya,” bebernya.
Untuk menyukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Mbah Sadiyem hanya mengandalkan dari hasil pertanian. Ia juga mengaku kerap mendapat bantuan dari pemerintah. Baik Sembako maupun uang tunai setiap bulannya.
“Saya tidak berharap yang lebih. Yang penting cukup untuk makan berempat,” tandasnya.
Editor : Marhaendra Wijanarko