Timlo.net
No Result
View All Result
Timlo.net
  • Timlo.tv
  • Tentang Kami
  • Kontak
No Result
View All Result
Rabu, 3 Maret 2021
  • Seni Budaya
    • Umum
    • Sosok
  • Bisnis
    • Umum
    • Event
    • Inspirasi
  • Pendidikan
    • Umum
    • Sosok
  • Olah Raga
    • Umum
    • Bola
    • Sosok
    • Jadwal Siaran
  • Sosial
    • Umum
    • Kota
    • Event
    • Sosok
  • Wisata
    • Umum
    • Kuliner
    • event
  • Gaya Hidup
    • Umum
    • Teknologi
    • Kesehatan Umum
    • Busana
    • Sosok
  • Nasional
    • Umum
    • Politik
    • Ekonomi
    • Artis
    • Marketing
  • Manca
    • Umum
    • Teknologi
    • Film
    • Unik
  • Regional
    • Solo
    • Sragen
    • Karanganyar
    • Klaten
    • Wonogiri
    • Sukoharjo
    • Boyolali
  • Info Solo
    • Jadwal Kereta Api
    • Jadwal Pesawat
    • Jadwal Travel
    • Form Konsultasi
    • Telepon Penting
  • Indeks



  • Seni Budaya
    • Umum
    • Sosok
  • Bisnis
    • Umum
    • Event
    • Inspirasi
  • Pendidikan
    • Umum
    • Sosok
  • Olah Raga
    • Umum
    • Bola
    • Sosok
    • Jadwal Siaran
  • Sosial
    • Umum
    • Kota
    • Event
    • Sosok
  • Wisata
    • Umum
    • Kuliner
    • event
  • Gaya Hidup
    • Umum
    • Teknologi
    • Kesehatan Umum
    • Busana
    • Sosok
  • Nasional
    • Umum
    • Politik
    • Ekonomi
    • Artis
    • Marketing
  • Manca
    • Umum
    • Teknologi
    • Film
    • Unik
  • Regional
    • Solo
    • Sragen
    • Karanganyar
    • Klaten
    • Wonogiri
    • Sukoharjo
    • Boyolali
  • Info Solo
    • Jadwal Kereta Api
    • Jadwal Pesawat
    • Jadwal Travel
    • Form Konsultasi
    • Telepon Penting
  • Indeks
No Result
View All Result
Home Nasional

Aturan Tentang Kebebasan Mimbar Akademik Digugat ke MK

16 Juli 2020 , 02:31 WIB
| 
Wahyu Wibowo - Timlo.net
in Nasional, Umum
0 0
Aturan Tentang Kebebasan Mimbar Akademik Digugat ke MK

Muhammad Anis Zhafran Al Anwary mahasiswa Universitas Brawijaya, mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) terkait aturan kebebasan mimbar akademik | mkri

Timlo.net — Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) terkait aturan kebebasan mimbar akademik digugat oleh seorang mahasiswa Universitas Brawijaya Muhammad Anis Zhafran Al Anwary ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang dengan agenda pendahuluan ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang didampingi oleh Hakim Konsitusi Arief Hidayat dan Saldi Isra, pada Rabu (15/7) di Ruang Sidang Panel MK dengan Nomor 53/PUU-XVIII/2020.

Dilansir dari laman mkri.id, dalam permohonannya, Anis menyatakan bahwa Pasal 9 ayat (2) UU Pendidikan Tinggi yang menyatakan, “Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya” bertentangan dengan Pasal 28; Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3); Pasal 28F; dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

BacaJuga

Sempat Dinyatakan Punah, Warga Temukan Kembali Burung Endemik Kalimantan Ini

Gagahi Gadis di Bawah Umur, Empat Pria Dicokok Polisi

Operasi Identifikasi Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Resmi Ditutup

Menurutnya, pasal a quo menghilangkan hak civitas akademika dirinya selaku mahasiswa dalam menyampaikan secara leluasa pikiran, pendapat, dan informasi yang didasarkan pada rumpun dan cabang ilmu yang dikuasainya. Ditambah pula dengan maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik, dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.

Pembatasan yang dimaksudkan dapat berupa intimidasi, teror, ancaman verbal dan nonverbal atas dasar klasifikasi akademik mahasiswa yang dianggap tidak memenuhi klasifikasi profesor atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyampaikan pikiran dan informasi sesuai dengan rumpun ilmu. Selain itu, Pemohon juga khawatir pasal a quo dipergunakan sebagai alasan bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mempersempit ruang gerak dan partisipasi mahasiswa untuk bersuara dalam ruang publik dengan ilmu yang didalaminya.

“Dengan adanya diskriminasi akademik terhadap mahasiswa karena berlakunya pasal a quo itu akhirnya membatasi kebebasan mimbar akademik mahasiswa untuk menyampaikan secara  terbuka sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dengan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang profesor/dosen. Dengan demikian, pasal a quo secara nyata mendiskriminasi mahasiswa untuk dapat menyampaikan secara terbuka suatu hal yang berhubungan dengan cabang ilmu yang dikuasai oleh mahasiswa yang bersangkutan,” jelas Anis.

Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa pasal a quo merugikan hak konstitusionalnya karena dirinya selaku mahasiswa menjadi tidak memiliki kebebasan mimbar akademik karena yang memiliki hak demikian hanyalah profesor dan dosen dengan kualifikasi bidang ilmu tertentu. Sehingga Pemohon melihat pada penjelasan pasal a quo pembentuk undang-undang hanya memperhatikan lamanya proses seseorang  belajar dalam jenjang formal.

“Dengan kata lain, hanya mementingkan penilaian kemampuan kognitif seseorang berdasarkan kuantitatif. Padahal penilaian tersebut sering tidak sejalan dengan penilaian kualitatif karena lamanya periode belajar formal tidak berarti seseorang tersebut telah memiliki wibawa ilmiah secara kualitatif,” beber Anis yang merupakan mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Berdasarkan permasalahan konstitusional tersebut, Pemohon memohonkan agar Mahkamah menyatakan Pasal 9 ayat (2) UU Pendidikan Tinggi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Saldi Isra memberikan nasihat pada Pemohon mengenai kedudukan hukum Pemohon. Pengandaian potensi terlanggarnya hak konstitusional Pemohon belum dibangun dalam sebuah konstruksi argumentasi dengan nalar wajar yang dapat diterima oleh Mahkamah.

“Kami belum menemukan argumentasi dari dasar kerugian konstitusional yang benar-benar dialami oleh Pemohon,” jelas Saldi.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan tambahan nasihat agar Pemohon untuk mencermati dengan teliti makna bertanggung jawab dalam UU a quo yang bermakna kompetensi seorang dosen atau profesor tersebut adalah suatu otonomi keilmuan. Untuk itu, Pemohon diminta agar melakukan perbandingan terhadap pengaturan ruang diskusi antara mahasiswa dan dosen atas dasar kebebasan akademik yang mempunyai kapasitas tertentu di negara-negara lainnya.

“Jadi, dari alasan permohonan cari bahan perbandingan dengan negara lain. Dalam struktur keilmuan itu ada ada kebebasan mimbar akademik, kebebasan akademik, dan otonomi keilmuan. Jadi, ini cermati kembali apakah betul pengujiannya norma dari struktur UU merugikan hak konstitusional Pemohon,” saran Arief.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Manahan meminta agar Pemohon konsisten dalam penulisan pasal-pasal yang dijadikan dasar pengujian. Sehingga perlu dilakukan perbaikan dan konsistensi Pemohon dalam mengajukan permohonan. Manahan juga meminta agar Pemohon memahami konteks kebebasan mimbar akademik yang dijadikan alasan permohonan mengingat Pemohon adalah seorang mahasiswa dengan kedudukannya sebagai mahasiswa yang masih aktif dan belum memasuki tahap asisten dosen atau dosen atau guru besar.

“Dengan demikian, Pemohon perlu memperhatikan hak mimbar akademik yang dimaksudkan berbeda konteks dengan hak sebagai civitas akademik. Jadi, pelajari lagi penafsiran konstitusional yang dimaksudkan,” urai Manahan.

Sebelum mengakhiri persidangan, Manahan mengingatkan agar Pemohon menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Selasa, 28 Juli 2020 pukul 13.00 WIB ke Kepaniteraan MK.

Sumber: mkri

Editor : Wahyu Wibowo
Tags: Kebebasan Mimbar AkademikMahkamah KonstitusiPendidikan TinggiUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2012

Related Posts

Ditemukan URL Langgar UU Pilkada dan UU ITE
Nasional

133 PHPU Masuk ke MK, Bawaslu: Pilkada Serentak Belum Usai

25 Desember 2020
Hasil Survei SMRC tentang Pilkada 2020 Dipertanyakan
Nasional

Ada 123 PHPU Pilkada Serentak 2020

23 Desember 2020
Work From Home, MK Tetap Terima Permohonan via Online, Ini Daftarnya
Nasional

Permohonan Kivlan Zen ke MK Tidak Dapat Diterima

23 Juli 2020
MK Tidak Dapat Menerima Permohonan Uji UU Karantina Kesehatan
Nasional

MK Tidak Dapat Menerima Permohonan Uji UU Karantina Kesehatan

23 Juli 2020
MK Menolak Seluruhnya Uji Materi UU Pilkada
Nasional

MK Menolak Seluruhnya Uji Materi UU Pilkada

23 Juli 2020
Siapkan Sidang Perselisihan Hasil Pilkada Berbasis IT, MK Gelar Simulasi
Nasional

Siapkan Sidang Perselisihan Hasil Pilkada Berbasis IT, MK Gelar Simulasi

18 Juli 2020
loading...



Terkini

Sempat Dinyatakan Punah, Warga Temukan Kembali Burung Endemik Kalimantan Ini

Sempat Dinyatakan Punah, Warga Temukan Kembali Burung Endemik Kalimantan Ini

3 Maret 2021
Gagahi Gadis di Bawah Umur, Empat Pria Dicokok Polisi

Gagahi Gadis di Bawah Umur, Empat Pria Dicokok Polisi

3 Maret 2021
Begini Kronologi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air

Operasi Identifikasi Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Resmi Ditutup

3 Maret 2021
HUT Satpol PP ke 71, Waluyo: Kami Ingin Lebih Mengoptimalkan Pelayanan

HUT Satpol PP ke 71, Waluyo: Kami Ingin Lebih Mengoptimalkan Pelayanan

3 Maret 2021
Angin Kencang Membuat Sebagian Wilayah Klaten Ambyar

Angin Kencang Membuat Sebagian Wilayah Klaten Ambyar

2 Maret 2021
  • Kontak
  • Tentang Kami
  • Radio
  • Loker
  • Timlo.tv
  • Pedoman Media Siber
Telepon Kami : +62-271-626499

Copyright © 2021 Timlo.net PT Tinular Media Solo All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Sosial
  • Bisnis
  • Seni Budaya
  • Gaya Hidup
  • Pendidikan
  • Wisata
  • Olah Raga
  • Nasional
  • Manca

Copyright © 2021 Timlo.net PT Tinular Media Solo All Rights Reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In