Timlo.net – Masker menjadi alat penting untuk melindungi diri serta orang lain dalam mencegah penularan Covid-19. Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan mengatakan perlu adanya tokoh panutan sebagai agen perubahan yang berada di sekeliling masyarakat yang turut mengajak untuk menggunakan masker agar didengar dan diikuti oleh masyarakat.
“Sehingga perlu sebenarnya ada tokoh-tokoh panutan, orang-orang yang ada di sekeliling masyarakat yang mereka selama ini tidak pernah pakai masker, untuk kemudian selalu mengingatkan dan menyehatkan karena intinya adalah pencegahan,” jelas Lilik Kurniawan, dilansir dari laman BNPB, Selasa (11/8).
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Bidang Komunikasi Tim Koordinator Relawan Satgas Penanganan Covid-19 Devi Purgativa turut menjelaskan bahwa tim relawan telah mengajak beberapa stakeholder seperti Kantor Staf Presiden, organisasi masyarakat, LSM, hingga UMKM untuk bekerjasama menyukseskan gerakan kampanye menggunakan masker di masyarakat.
“Nah kampanye yang kita akan lakukan itu melalui satu sosial media dan juga relawan itu turun ke lapangan. Jadi kita berusaha supaya semua orang dari elemen-elemen yang berbeda, semuanya harus melakukan (kegiatan) pakai protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, cuci tangan,” jelas Devi.
Dalam menerapkan kampanye menggunakan masker di masyarakat, unsur pentahelix atau 5 unsur yakni pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media massa menjadi sangat penting. Kolaborasi ini penting guna menunjukan kontribusi semua pihak untuk berkomitmen melakukan peran-peran dalam penanganan Covid-19.
Kolaborasi yang dilakukan seperti mengajak para pakar dari setiap daerah untuk menyusun materi atau konten mengenai protokol kesehatan sesuai dengan bahasa lokal. Agen perubahan atau tokoh masyarakat pun beragam di setiap tempatnya agar setiap tokoh mampu menggerakan masyarakat di sekitarnya dan dibekali materi agar mampu mengedukasi dengan baik dengan pendekatan kearifan lokal.
Lilik menjelaskan bahwa sebelum tokoh masyarakat turun ke lapangan, mereka harus dibekali oleh tiga hal. Pertama adalah bagaimana adaptasi kebiasaan baru untuk merubah perilaku dan berdasarkan protokol kesehatan. Yang kedua adalah materi terkait dengan komunikasi publik untuk memberikan edukasi dan sosialisasi. Dan ketiga, mendokumentasi kegiatan lewat inaRISK agar orang lain menjadi terinspirasi dan tergerak.
“Nah materi-materi itu (dikemas) dengan kearifan lokal yang ada, budaya lokal yang ada. Misalnya misalnya di daerah Jawa Tengah, Jogja itu kita bisa melihat ada kearifan lokal dengan menggunakan tokoh-tokoh wayang, Punokawan dan sebagainya. Jadi, itu materi yang kemudian kita sampaikan, tetapi intinya adalah sebenarnya protokol kesehatan,” jelas Lilik.
Sedangkan dalam mendukung upaya yang dilakukan pemerintah, tim relawan menggunakan pendekatan dengan turun ke lapangan seperti ke pasar-pasar untuk memberikan edukasi mengenai protokol kesehatan kepada penjual dan pembeli, memberikan alat perlindungan seperti masker, hand sanitizer, hingga face shield.
“Kita berusaha sebisa mungkin untuk menggunakan bahasa yang paling gampang dimengerti dan bahasa bahasa lokal supaya lebih mudah untuk ditangkap,” jelas Devi.
Editor : Dhefi Nugroho