Solo — Berawal dari proposal pendanaan Penerapan Teknologi Tepat Guna yang diberikan dari Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2018, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sebelas Maret (PPLH UNS) Surakarta dan UKM Neoalgae mendapatkan dana hibah.
“Dana hibah tersebut dimanfaatkan untuk mengembangkan produk ekstrak spirulina yang mengandung phycocyanin,” ungkap Ketua Tim pengabdian dari PPLH UNS Fea Prihapsara kepada wartawan, di Kampus UNS, Solo, Kamis (29/11).
Fea mengatakan, Phycocyanin merupakan raw material yang digunakan dalam produksi kosmetik. Dari deretan kolam yang pat di area budidaya spirulina milik Neoalgae yang salah satu foundernya adalah Machmud Lutfi Huzain inilah, mulai dikembangkan produk ekstrak spirulina yang mengandung phycocyanin. Spirulina yang dikembangkan di Tawangsari, Sukoharjo mengandung tinggi protein (60% -70 % dari berat kering), asam amino essensial seperti leucine (10.9%), valine (7.5%), dan isoleucine (6.8%) . Di antara makanan, spirulina mengandung tinggi provitamin A (β-carotene) dan B12. Spirulina mengandung 4% -7% lipid (linoleic acid (LA) dan γ-linolenic acid) dan kandungan mineral berupa besi (60%) di mana lebih mudah diserap daripada ferrous sulfate.
“Spirulina mengandung tiga pigmen yang dapat diaplikasikan sebagai bahan baku kosmetik yaitu xanthophylisin, klorofil dan phycocyanin serta berupa Vitamin C dan E serta selenium,” ungkap Fea.
Dari keunggulan inilah, tim pengabdian dari PPLH UNS yang diketuai Fea Prihapsara, dengan anggota Al Sentot Sudarwanto dan Anif Nur Artanti, melakukan pengembangan ekstrak spirulina ini, khususnya untuk memperoleh phycocyanin sebagai bahan baku kosmetik.
“Hal ini didasari dari keinginan yang kuat untuk dapat memproduksi phycocyanin, mengingat produk tersebut belum diproduksi di Indonesia. Saat ini dari kerjasama anntara PPLH UNS dan Neoalgae merupakan satu-satunya yang memproduksi phycocyanin di Indonesia,” tutur Fea.
“Dalam produksi ekstrak spirulina yang mengandung phycocyanin ini digunakan alat ekstraktor dan penyaring vacum untuk menjaga kualitas bahan baku yaitu, spirulina. Selain itu digunakan mesin centrifugasi untuk pemisahan pelet phycocyanin. Hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan mesin spray dry hingga diperoleh serbuk phycocyanin yang berwarna biru”, sambungnya.
Produksi phycocianin bukan tanpa kendala, kestabilan dari bahan baku spirulina saat dalam ekstrak perlu dikendalikan, karena apabila tidak segera diproses, spirulina cepat busuk. Dengan hasil yang diperoleh ini, selanjutnya akan dilakukan uji kandungan kadar phycocyanin yang dihasilkan. Besar harapan dari peneliti PPLH UNS agar produk ini mampu bersaing di pasar ekspor.
Editor : Marhaendra Wijanarko