Timlo.net — Pelaksaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19 penting untuk dilakukan. Pilkada perlu ditunda di daerah-daerah yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan.
“Kalau mau, tunda untuk wilayah-wilayah yang memang sering melanggar protokol kesehatan, biar mereka itu jera lah sekaligus ini untuk memberikan efek jera terhadap kandidat, partai politik, dan tim sukses yang tidak mengindahkan itu ya anjuran-anjuran itu,” kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, melalui keterangannya, Minggu (13/9).
Selain itu, Adi menilai pilkada juga perlu dipertimbangkan ditunda untuk daerah-daerah yang tidak hanya merah, tapi juga di daerah yang masuk zona hitam.
Dari 270 daerah yang menggelar pilkada 2020, ia mentaksir hanya sekitar 10-15 persen daerah yang masuk zona merah, zona hitam, dan daerah yang melanggar protokol.
“Memang harus ada kompromi. Pilkada jalan tapi untuk wilayah yang taat dan patuh terhadap protokoler, yang kedua ya wilayah yang tidak terlampau merah-merah amat. Tentu dengan standar protokol yang cukup ketat,” urainya.
Adi juga menyoroti kurangnya penerapan sanksi tegas bagi pelanggar protokol. Menurutnya yang terjadi selama ini pemerintah justru hanya mengancam dan mengintimidasi memberikan sanksi tegas kepada masyarakat.
“Tapi pada kenyataannya tidak ada tuh yang kena sanksi pidana gara-gara melanggar protokol kesehatanitu, tidak ada,” tegasnya.
“Jadi sebenarnya regulasinya ada, UU-nya ada, peraturannya ada, ini soal implementasinya saja. Makanya untuk wilayah-wilayah yang pilkadanya tidak tertib, tidak patuh itu itu layak lah untuk ditimbang ditunda, termasuk wilayah yang sudah masuk kategori zona merah dan hitam itu. Kan ada tuh daftarnya kan, tidak semua,” imbuhnya.
Sumber: infopublik
Editor : Wahyu Wibowo