Semarang – Penularan Covid-19 terhadap anak cukup di Indonesia cukup mencemaskan. Ada sekitar 15 ribu anak usia 0 – 14 tahun terpapar Covid, dengan kematian 165 orang. Maraknya rantai penularan dari klaster keluarga juga menuntut penanganan yang lebih cermat dan melibatkan semua stakeholder.
Demikian sejumlah fakta mencuat dalam diskusi online bertajuk Anak-anak dalam Pusaran Klaster Keluarga Covid-19 yang melibatkan Jurnalis Sahabat Anak, Yayasan Setara, Unicef serta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Jumat (18/9) siang.
Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber pakar, di antaranya dr Anung Sugihantono, Ketua Tim Ahli Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah.
Dokter Anung memaparkan bahayanya membiarkan anak tanpa perlindungan dalam suasana pandemi sekarang ini. Terutama, karena pada mereka yang terpapar, umumnya asimtomatik, yakni positif namun tidak menunjukkan gejala klinis apapun.
“Itulah, mengapa sampai hari ini sebagian besar anak-anak kita masih belajar di rumah. Karena ada sekian banyak risiko terpapar saat mereka di dalam perjalanan berangkat dan pulang sekolah, saat bertemu dengan teman atau orang lain di sekolah. Mereka bisa jadi super spreader yang memperparah penyebaran Covid-19 secara keseluruhan,” ujarnya sambil menunjuk beberapa kasus yang terjadi di Jawa Tengah.
Menjaga anak-anak, lanjut Anung, membutuhkan peran aktif dari semua pihak. Karena menjaga dan melindungi anak dari Pandemi, sebenarnya merupakan langkah terbaik untuk menjaga semua orang dari paparan virus.
Hal senada diungkapkan nara sumber lain, dr Setya Dipayana dari Ikatan Dokter Anak Jawa Tengah. Jumlah kasus anak terpapar Covid-19 di Jawa Tengah per 17 September 2020 mencapai 150 anak.
Case Fatality rate (CFR) Jateng saat ini sekitar 9%. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka nasional, DKI, Jabar, dan Jatim. CFR Covid anak Indonesia tertinggi se-Asia Pasifik, bahkan jumlah kasus Covid anak di DKI Jakarta saja, lebih besar dari total kasus yang terjadi di negara Thailand.
Sementara itu, Arie Rukmantara dari Kantor Perwakilan Unicef di Indonesia menambahkan, segenap perlindungan terhadap anak harus dilakukan dengan pola komunikasi yang baik. Agar anak tidak merasa tertekan yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah lain yang tidak kalah serius.
Sebaiknya juga, pandemi saat ini bisa menjadi momentum untuk melahirkan legacy baru pada generasi mendatang. Misalnya menumbuhkan budaya hidup bersih sehat yang lebih baik, seperti rajin mencuci tangan, memakai masker.
“Segala sesuatu yang baru, memang harus diajarkan dan ditanamkan. Seperti dulu kita ‘dipaksa’ memakai helm, sekarang menjadi kewajaran,” ujarnya.
Perlindungan terhadap anak dan keluarga, menurut Sekda Provinsi Jateng Herru Setiadhie di awal diskusi, terus diupayakan semakin baik. Evaluasi terhadap kasus Covid di berbagai kabupaten/kota dijalankan dengan tujuan melindungi dan mengayomi warga Jawa Tengah.
“Tentang pembukaan kembali sekolah untuk belajar tatap muka, misalnya, merupakan keputusan yang tidak bisa diambil secara gegabah. Harus ada kepastian bahwa anak-anak kita tetap aman,” tuturnya.
Editor : Ari Kristyono