Solo — Komisi I DPRD Solo menyoroti langkah Pemkot Solo membangun videotron baru di jalur lambat kawasan Ngarsopuro, tepatnya di Jl Slamet Riyadi Solo. Pembangunan videotron berukuran 4×8 meter tersebut dinilai dapat merusak nilai estetika kawasan wisata.
“Pembangunan videotron dengan mengambil titik di kawasan Ngarsopuro patut dipertanyakan. Apalagi itu dibangun di jalur lambat,” ujar Anggota Komisi I DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan, Rabu (30/9).
Ginda mengakui pembangunan videotron tersebut mengundang pertanyaan dari masyarakat. Terlebih lokasi tersebut berdasarkan aturan yang ada, Jl Slamet Riyadi selama ini masuk kawasan bebas iklan atau white area.
“Itu lokasi masuk white area, kenapa harus dibangun videotron. Apalagi videotron itu menutup bangunan lain yang terletak di belakangnya,” tutur dia.
Ginda menegaskan, hasil penelusurannya mekanisme pengadaan videotron itu tidak melalui lelang. Padahal sesuai Perda Nomor 05/2016 pemasangan di titik strategis harus melalui lelang.
“Saya kasih contohkan seperti videotron di depan Omah Lowo Purwosari itu sama juga kawasan white area. Informasi yang saya dapat uang sewa (videotron) di Ngarsopuro dan Galabo dari rekanan diketahui Rp 2 miliar selama 5 tahun,” papar dia.
Ia mengatakan, uang sewa Rp 2 miliar itu juga untuk empat neon box di Jl Slamet Riyadi. Bila dibandingkan dengan besaran nilai sewa videotron lain harga sewanya tidak wajar.
“Asal tahu saja nilai sewa videotron dari tahun 2017 hingga 2020 mencapai Rp 1,49 miliar. Boleh saja niat Pemkot membamgun videotron untuk pemasukan PAD, tapi jangan sampai mengorbankan estetika dan tata kota Solo,” jelasnya.
Seorang warga, Zulfikri (51), mengemukakan, pembangunan videotron di Ngarsopuro dianggapnya mengganggu keindahan kota. Pemkot harusnya memperhatikan estetika dan tata kota dengan tidak membangun videotron di lokasi wisata.
“Videotron ini hanya menguntungkan rekanan, dari sisi estetika dan tata kota sangat tidak bagus,” kata dia.
Editor : Marhaendra Wijanarko