Solo – Komisi I DPRD Kota Solo mengungkap potensi kerugian negara di proyek pembangunan videotron Ngarsopuro. Videotron itu hanya menghasilkan Rp 93,6 Juta bagi Pemkot Solo selama lima tahun. Praktis, Pemkot hanya mendapat Rp 18,72 juta per tahun dari videotron berukuran 4×8 meter yang berada di tepi Jalan Slamet Riyadi tersebut.
“Videotron yang ada di gedung lawa saja nilainya Rp 1,5 Miliar untuk tiga tahun. Ya sekitar Rp 500 Juta lah setahun. Padahal itu lebih kecil,” kata anggota Komisi I DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan, Jumat (2/10).
Dalam dokumen perjanjian kerja sama yang diperoleh Ginda dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), rekanan mengajukan enam titik reklame berupa dua titik videotron dan empat neon box.
Dua titik videotron tersebut yaitu di Ngarsopuro dengan nilai Rp 93,6 Juta, videotron Galabo dengan nilai Rp 546 Juta. Sementara empat titik neon box semuanya berada di Jalan Slamet Riyadi dengan nilai antar Rp 346 – 511,8 Juta. Dalam lima tahun periode perjanjian, retribusi yang diperoleh Pemkot dari enam titik itu hanya Rp 2 Miliar.
“Sebenarnya nilainya Rp 2,4 Miliar. Kemudian dimohonkan keringanan retribusi dengan alasan pandemi Covid-19,” katanya.
Permohonan keringanan itu dikabulkan Pemkot dengan memberi potongan Retribusi 17 persen atau setara Rp 413 Juta.
Selain nilai kontrak yang kelewat murah, Ginda juga mempertanyakan prosedur penerbitan izin reklame tersebut. Ia menyebut enam titik reklame itu diperoleh rekanan tanpa melalui proses lelang. Padahal pasal 13 ayat 2, Perda No 5 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Reklame menyebutkan Pengelolaan titik reklame pada sarana dan prasarana kota yang mempunyai nilai strategis dilakukan melalui mekanisme lelang dengan penetapan harga dasar lelang titik lokasi reklame.
Ginda berencana meminta keterangan kepada dinas-dinas yang berurusan dengan penerbitan izin reklame untuk menggali informasi lebih jauh. Kamis (1/10) kemarin, ia telah meminta keterangan kepada DPMPTSP terkait proses penerbitan IMB videotron tersebut.
“Kami minta DPMPTSP mengkaji ulang. Kalau memang ini salah ya segera dibetulkan,” katanya.
Editor : Wahyu Wibowo