Solo — Danrem 074/ Warastratama, Kolonel Inf Rano Tilaar menyesalkan kisruh yang terjadi antar kelompok di Kawasan Pedan, Kabupaten Klaten. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk distorsi dan fanatisme dari sebuah kelompok.
“Tahun 1995, saya pernah bertugas di Timor Timur dimana saat ini sudah menjadi negara sendiri. Di sana pemuda-pemudinya sangat menggandrungi pencak silat, dan hingga saat ini masih terus berkembang dari sisi olahraganya bahkan terus menjamur. Artinya meski mereka melepas statusnya sebagai warga negara Indonesia tapi tidak melepaskan keanggotaannya sebagai warga pencak silat, mereka bisa melihat potensi pencak silat itu sendiri,” terang Rano saat berbincang dengan wartawan, Selasa (6/10).
Dalam organisasi, kata Rano, terdapat sisi persaudaraan. Namun sayang, dirinya melihat terjadi distorsi pemahaman terhadap rasa persaudaraan itu sendiri.
“Nah inilah yang saya kritisi, terjadi distorsi terhadap nilai-nilai persaudaraan karena pemahaman persaudaraan di sini ternyata mengarah kepada hal yang negatif, bukan untuk justru menciptakan image yang baik tengah masyarakat. Rasa ini justru menciptakan semacam suatu ikatan batin yang berlebih-lebihan yang saya selalu katakan seringkali justru persaudaraan ini dipakai untuk menyalahkan orang yang benar dan membenarkan orang yang salah. Apalagi mencampuri yang namanya penegakan hukum,” tegas Danrem.
Maka dari itu, lanjut Danrem, yang sering kali terjadi saat terjadi konflik hingga mengakibatkan bentrokan adalah akibat ikatan emosional yang berlebihan.
“Inilah yang dikatakan persaudaraan yang terjadi distorsi sehingga akhirnya semuanya mau main hakim sendiri di lapangan. Inilah yang terjadi di Klaten seperti yang kita ketahui, beberapa waktu lalu yang terjadi juga di wilayah Surakarta. Dimana beberapa oknum anggota organisasi pencak silat ini berusaha untuk mengambil jalan pintas mengambil sikap terhadap proses penegakan hukum yang sebenarnya sedang dilakukan oleh pihak kepolisian,” kata Danrem.
Sementara itu, Kapolreta Solo, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak guna mencegah potensi kerusuhan terjadi di Kota Bengawan, Operasi skala besar antara Jajajaran TNI-Polri semakin dimasifkan. Termasuk program Tiada Hari Tanpa Razia (THTR).
“Dua langkah ini kita lakukan untuk meminimalisir potensi konflik,” katanya.
Soal kasus penganiayaan tiga anggota pencak silat dikawasan Mojosongo beberapa pekan lalu, Kapolresta mengatakan saat ini masih dalam pencarian pelaku oleh tim Satreskrim Polresta Surakarta dan Ditreskrimum Polda Jateng. Sebanyak 13 orang saksi sudah diperiksa oleh penegak hukum, termasuk CCTV yang berada disekitar TKP.
Editor : Dhefi Nugroho