Solo – Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) menolak tegas UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah dan DPR dalam rapat paripurna, Senin (5/10).
Namun, penolakan tersebut dilakukan dengan tidak melakukan mogok kerja atau domo, tetapi mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami tidak lakukan mogok kerja dan demo. SBSI akan memilih jalur audensi dengan Wali Kota Solo untuk meminta komitmen pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh,” kata Ketua DPC SBSI Solo, Endang Setyowati, Selasa (6/10).
Diakuinya, sempat ada instruksi dari DPP SBSI untuk mogok nasional tanggal 6-8 Oktober. Namun, ajakan mogok kerja itu sebelum pengesahan RUU Cipta Kerja.
“Setelah RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU Cipta Kerja belum ada instruksi lagi ajakan mogok kerja. Atas dasar itu, kami tidak jadi ikut mogok,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya mendesak Pemkot Solo dengan cara audensi ke bersama Wali Kota Solo, FX Rudyatmo dalam waktu dekat terkait UU Cipta Kerja. Selain itu, dari organisasi akan menggunakan jalur hukum menolak UU Cipta Kerja.
“UU Cipta Kerja menimbulkan kecemasan di kalangan buruh sebab membuat status pekerja menjadi tidak pasti. Apalagi dengan pengesahan yang kesannya kucing-kucingan,” tutup dia.
Dilain sisi, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Solo, Sholihudin menegaskan pihaknya menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja karena sejak awal perjalanan dari draft RUU dibuat oleh eksekutif sudah banyak menuai kontroversi dan cacat hukum. Hal itu yang memicu kemarahan buruh di sejumlah daerah.
“Kami akan menyiapkan langkah hukum lewat Judicial Review UU tersebut ke MK,” pungkasnya.
Editor : Dhefi Nugroho