Solo – Sabtu (3/10) sore, di salah satu sudut Kota Solo. Primata kecil itu pontang-panting bersikukuh tidak mau diseret, sementara itu pria gemuk yang menyeret tali rantai yang membelit leher si monyet Macaca fascicularis kecil tak kalah garang dan tentu lebih bertenaga. Si monyet kecil tampak kesakitan dan panik.
Pemandangan demikian tentu mengusik hati siapa pun yang memiliki jiwa penyayang hewan. Silvi, di antaranya, dia memberanikan diri menegur dan bertanya kenapa pria itu menyeret monyet dengan sebegitu bengis. Si pria pun menjawab ringan, monyet itu mau dijual di pasar hewan Depok.
“Silvi langsung menyatakan ingin membeli monyet itu. Mungkin merasa menang posisi, si pria pasang harga Rp 450 ribu. Tapi kemudian, setelah tawar menawar cukup alot, dapat ditebus dengan harga Rp 250 ribu,” tutur Ela, penyayang hewan yang juga anggota divisi rescue Yayasan Rumah Difabel (Rudi) Meong Solo.
Yayasan Rudi Meong, awalnya menghimpun para pecinta kucing. Namun, belakangan bergabung juga para pecinta hewan lain seperti anjing, bahkan ular. Mereka banyak menggelar aksi untuk menyuarakan semangat cinta binatang.
“Ela dan Silvi ini sebenarnya dog lover, namun mereka aktif bersama kita. Termasuk di kasus monyet yang sempat diberi nama Unyit, kami berkolaborasi,” ujar Ning Yulia, pendiri Rudi Meong kepada Timlo.net, Rabu (7/10) malam.
Nasib si Unyit harus segera ditentukan, dia harus diserahkan ke pihak yang tepat. Bukan hanya karena di rumah Ela dan Silvi ada anjing. Namun senyatanya, monyet ekor panjang memang bukan hewan yang direkomendasikan dipelihara di rumah.
Ning Yulia menerangkan, ada risiko besar jika memelihara monyet di rumah. Zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya.
“Kera ekor panjang bisa menularkan penyakit ke manusia karena memang sejatinya binatang liar, bukan binatang peliharaan. Artinya, sama sekali tidak direkomendasikan untuk dipelihara, meskipun tidak dilindungi. Apalagi dikaryakan jadi topeng monyet. Tidak!” tandasnya.
Karena itulah, mereka menghubungi banyak pihak untuk memberi suaka kepada si Unyit. Namun tidak ada yang sanggup. Hingga, Senin (5/10) tim kecil itu juga menyambangi kantor BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) di Solo.
“Semula di sana kami mendapat jawaban agar menunggu. Jujur kami waswas, bagaimana jadinya kalau si Unyit tidak mendapatkan tempat yang cocok. Namun penantian itu ternyata tidak lama. Kemarin kami mendapat kabar dari BKSDA, si Unyit bisa diterima di Jurug Solo Zoo, kebun binatang milik Pemkot Solo,” imbuh Ning.
Begitulah, didampingi Sukeri dan Didik dari BKSDA, Silvi menyerahkan si Unyit ke Jurug Zoo, Rabu (7/10) siang. Sejumlah pecinta satwa hadir untuk menyaksikan saat Unyit diterima oleh Rio, operator Jurug Solo Zoo.
Editor : Ari Kristyono