Solo – Robby Sumampouw (76), pengusaha senior asal Kota Solo, dikabarkan meninggal dunia dalam perawatan rumah sakit di Singapura, Minggu (11/10) sekitar pukul 23.00.
“Ada kabar, jenazah almarhum akan disemayamkan di Solo,” tulis Sumartono Hadinoto, pengusaha yang juga pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) melalui pesan teks seluler, sekitar tengah malam.
Wong Solo mengenal Robby Sumampouw sebagai pengusaha properti dan hiburan yang pernah dekat dengan keluarga Cendana, juga Menhankam /Pangab LB Moerdani (1983-1988) yang juga berasal dari Solo.
Selain itu, Robby dikenal sebagai penjudi ulung bahkan pernah mengelola Porkas, undian berhadiah legal era pemerintahan Orde Baru. Sebagai orang kaya yang berpengaruh, dia juga aktif dalam beberapa kegiatan sosial terutama yang dimotori militer.
Keraton Surakarta, misalnya, memberinya gelar Kanjeng Pangeran karena partisipasinya menyumbang pembangunan Keraton yang pernah terbakar pada tahun 1985. Nama Robby tercantum di prasasti yang sampai sekarang masih terpasang di Sasana Handrawina Keraton Surakarta, bersama tokoh pemerintah dan pengusaha nasional lainnya.
“Gelar itu entah kenapa tidak diberikan dalam upacara di Keraton. Sinuhun Pakubuwono XII pribadi hadir di rumah saya dan menyampaikan gelar itu dalam sebuah upacara kecil. Saya tentu sangat menghargainya,” tutur Robby dalam bincang-bincang dengan Timlo.net di rumahnya di kawasan Jajar, beberapa tahun lalu.
Robby lahir di Solo, tanggal 9 November 1944. Masa mudanya di kawasan Pasar Gede, diakuinya cukup bengal dan sering terlibat perkelahian karena bermacam sebab. Dia bahkan mengaku pernah dikeroyok dan ditinggalkan dalam keadaan luka sangat parah.
Lama meninggalkan Solo, Robby mengaku diajak LB Moerdani “berjuang” sebagai pengusaha untuk membantu TNI, khususnya saat operasi militer di Timor Timur yang saat itu baru saja bergabung sebagai provinsi ke-27.
Kedekatan dengan LB Moerdani, bahkan kemudian dengan keluarga Presiden Soeharto, membuat nama Robby terkesan seram. Slamet Singgih, dalam bukunya berjudul Intelijen, Catatan Harian Seorang Serdadu mengisahkan, satu ketika dia menjabat Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya dan menggerebek sebuah perjudian besar di Hotel Mandarin Jakarta.
Slamet Singgih menulis, tiga perwira yang dia ajak menggerebek perjudian itu menjadi ketakutan ketika melihat Robby Kethek –nama lainnya yang cukup populer– ada di antara orang yang akan mereka tahan, sehingga Slamet pun mengambil alih penangkapan.
“Saya pulang ke Solo, sedikit banyak juga diajak Pak Jokowi sewaktu beliau Walikota. Katanya diajak mbangun Solo, ya sudah. Diajak menyelesaikan masalah Benteng Vastenburg, ya mari, sebenarnya itu bukan masalah sulit dan pasti bisa diselesaikan dengan pembicaraan yang baik,” tuturnya.
Benteng Vastenburg, terletak di jantung Kota Solo, secara hukum dimiliki oleh beberapa orang swasta termasuk Robby. Sejak awal 1990-an, benteng yang dibangun Belanda bersamaan dengan Keraton itu ditukar guling oleh TNI, kemudian hendak dibangun hotel dan pusat bisnis.
Pemerintah Kota Solo menolak memberikan izin pembangunan, sehingga saat ini Benteng Vastenburg yang sudah kehilangan sejumlah bangunan di dalamnya, menjadi ruang terbuka dan dimanfaatkan untuk berbagai event. Kepemilikan, tembok benteng yang tersisa pun menjadi aset Kementerian Pertahanan, meski tanah di dalam dan sekelilingnya masih atas nama perorangan.
Nama Robby kembali mencuat, ketika tahun 2012 dia dituduh memalsukan dokumen yayasan yang dia kelola bersama Lukminto, pemilik PT Sritex. Dalam proses panjang persidangan, Robby dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 8 bulan penjara. Sejak itu Robby seperti menghilang dari Solo, dan lebih banyak berada di Singapura.
Editor : Ari Kristyono