Timlo.net – Ratusan pelajar diamankan aparat kepolisian saat ricuh usai demo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja 13 Oktober lalu. Saat diperiksa, ratusan pelajar itu mengaku mendapat undangan melalui media sosial. Saat ini, polisi tengah memburu provokator para pelajar untuk bertindak anarkis dengan mendompleng aksi unjuk rasa tersebut.
“Bukti-bukti yang ditemukan dari handphone pun ada. Bahkan di grup mereka pun ada. Mereka ada yang tanggal 8 Oktober 2020 sudah ikut, sekarang berangkat lagi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Kamis (15/10), yang dilansir dari laman humas.polri.go.id.
Dikatakan, ditemukan beberapa pelajar yang ikut dalam unjuk rasa menolak UU Ciptaker yang berujung ricuh pada 8 Oktober 2020 lalu, dan kembali diamankan petugas gabungan pada ricuh 13 Oktober 2020.
Polisi menyebutkan ada beberapa pelajar yang harus diproses secara hukum karena membawa senjata tajam.
“Kami sudah razia pun kami temukan di dalam tasnya ada yang membawa ketapel, ada yang membawa batu, macam-macam, bahkan yang diamankan oleh Polres Jakarta Pusat ada yang membawa golok,” beber Yusri.
Polda Metro bersama dengan jajaran Polres di wilayah hukumnya mengamankan sebanyak 1.377 pemuda dan pelajar terkait unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja pada Selasa (13/10).
“Ada 1.377 yang kita amankan, baik itu sebelum unjuk rasa dan pasca unjuk rasa,” ungkaYusri.
Ketika petugas melakukan pendataan dan pemeriksaan terhadap para pemuda tersebut, diketahui sekitar 80 persen dari 1.377 orang diamankan pihak kepolisian masih berstatus pelajar.
Sebanyak lima orang yang diamankan tersebut bahkan diketahui sebagai pelajar SD.
“Dari 1.377 ini, dievaluasi 75-80 persen yaitu anak-anak sekolah. Kurang lebih 900, 800 sekian, bahkan ada lima orang anak SD yang umurnya sekitar 10 tahun,” tandasnya.
Sumber: humas polri
Editor : Wahyu Wibowo