Jakarta – Bagi kebanyakan orang, kayu-kayu tua dan bekas itu mungkin sampah tapi di tangan Pidekso, pemilik Taruemas Furniture, jadilah mereka lahan emas. Berbekal ide kreativitas dan kejeliannya membaca peluang pasar, Pidekso membangun bisnis yang kini beromset ratusan ribu dolar. Pasar mebel buatannya dieskpor ke berbagai belahan dunia, terutama Eropa, Amerika, Jepang, dan Korea.
Di temui di sela-sela pameran International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA), Minggu pekan lalu, Pidekso menuturkan ide kreatif dan pengalamannya terjun di bisnis furniture yang digelutinya itu. Awalnya, produk mebel Taruemas dibuat dari kayu-kayu tebangan yang dipasok langsung dari PT Perhutani. Namun, sejak dua tahun terakhir, setelah mengikuti berbagai pameran dan membaca banyak literatur, ia merasakan kalau konsumen mebel di luar negeri cenderung pilih-pilih.
“Kebanyakan pembeli internasional bahan baku untuk mebel bukan berasal dari kayu tebangan,” kata Pidekso seperti dilansir dari tempointeraktif.com. ”Itu semua gara-gara isu pemanasan global yang tengah menjadi perhatian dunia. Pasar menuntut perhatian lebih terhadap kelestarian alam, termasuk mebel yang masuk ke wilayah Eropa, Amerika, serta Jepang dan Korea.”, katanya lagi.
Mulai awal Januari 2010, Pidekso makin berani berkreasi dengan menambah koleksi beraneka produk yang diperoleh dari kayu kapal bekas yang didaur ulang menjadi beraneka mebel bergaya modern. “Filosofinya untuk mebel-mebel ini setelah bertahun-tahun memberi penghidupan lalu istirahat, sekarang saya buat menjadi terhormat lagi dengan menjadikan sebuah mebel yang mempunyai nilai seni tinggi,” tuturnya.
Ternyata menjual produk-produk mebel dari kayu daur ulang justru membuat bisnis Pidekso makin lancar, apalagi setelah mengikuti pameran di Kemayoran, ia makin optimis menyambut tahun 2010. Bahkan mentarget bisa meraup omzet hingga dua kali lipat. “Selain ekonomi membaik, minat kepada mebel hasil kayu daur ulang meningkat drastis. Apalagi sekarang bisa kombinasi produk dengan olahan kayu kapal,” ujar Pidekso. Kayu daur ulang tetap jadi andalan. “Kepuasannya tidak terbayarkan dengan uang. Jadi tidak harus dilihat dari segi bisnis saja,” tutur Pidekso.
(Diolah dari tempointeraktif)