Wonogiri — Camat Giritontro Fredy Sasono memenuhi panggilan Bawaslu Wonogiri di kantor sekretariat Bawaslu untuk diklarifikasi terkait kehadirannya di acara konsolidasi salah satu pasangan calon yang maju dalam Pilbub Wonogiri. Meski demikian, Camat Fredy menyakini bahwa tindakannya itu tak melanggar aturan.
“Saya dicecar 40 pertanyaan seputar kehadiran saya di acara pembukaan konsolidasi itu,” ungkap Camat Fredy Sasono, Rabu (25/11).
Menurut dia, acara digelar di rumah Ketua PAC PDIP Kecamatan Giritontro, Soetarno SR, Senin (23/11) pagi. “Jadi itu bukan acara kampanye, melainkan pembukaan konsolidasi partai. Saya memang diundang melalui WA pada acara itu untuk menghadiri ketika pembukaan berlangsung,” ujarnya.
Saat menghadiri undangan itu, kata Fredy, dirinya sama sekali tidak melakukan apapun. Dia hanya duduk saat sesi pembukaan, lalu ikut menyanyikan Lagu Indonesia Raya, makan dan minum sebentar, lantas meninggalkan acara untuk menghadiri pelantikan PPS di Pendopo Kecamatan Giritontro.
“Saya hanya diam, tidak memberikan sambutan. Wong karena waktunya bersamaan dengan undangan pelantikan KPPS. Sampai-sampai makanan yang saya makan tidak saya habiskan,” jelasnya.
Dia mengatakan, kehadirannya itu bukan merupakan pelanggaran. Lantaran bukan acara kampanye Paslon, dan hanya hadir saat pembukaan. Selain itu menghadiri undangan acara menjadi semacam kewajiban moral dia sebagai Camat.
“Ada undangan syukuran aqiqo saya datang, undangan ngopi bareng juga datang, apapun undangan yang saya terima, saya usahakan menghadirinya. Apalagi saya tidur di Giritontro,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Bawaslu Wonogiri Ali Mahbub menemukan dugaan pelanggaran yang melibatkan oknum PNS/ASN, Kades hingga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Mereka diduga menghadiri kegiatan konsolidasi salah satu Paslon yang maju dalam Pilkada Wonogiri 2020.
Hal itu menjadi temuan dugaan pelanggaran Bawaslu Wonogiri. Bawaslu telah meregister temuan tersebut dengan nomor register 03/TM/PB/Kab/14.34/xi/2020.
Bawaslu juga melakukan klarifikasi kepada 12 orang. Mereka adalah oknum ASN, oknum Kades dan oknum KPPS dan penyelenggara kegiatan konsolidasi.
Perinciannya satu orang oknum ASN, lima orang oknum Kades, lima orang oknum KPPS dan satu penyelenggara kegiatan.
Untuk oknum KPPS disebut sebagai pelanggaran kode etik. Sedangkan oknum ASN dan oknum Kades yang hadir adalah perihal perbuatan yang bersifat menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
Menurut Ali, larangan bagi ASN dan Kades untuk menguntungkan atau merugikan salah satu paslon tertuang di Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang. Pada pasal 71 ayat 1 tertulis Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Editor : Marhaendra Wijanarko