Solo – Keberhasilan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa tidak lepas dari peranan Wali Songo, salah satunya Sunan Kalijaga. Spirit meramu antara sikap hidup Islami dan Jawa membuat mereka dapat mengislamkan hampir seluruh masyarakat di barisan Jawa Barat hingga Jawa Timur.
Sebuah acara mengenang jasa-jasa Sunan Kalijaga ini dirangkum menjadi satu dalam tajuk Refleksi 500 tahun Sunan Kalijaga yang akan diselenggarakan Kamis (28/7) di tiga titik sekitar Mojosongo, seperti rumah salah seorang warga, kawasan Terminal Tirtonadi, dan Sanggar Wayang Suket Mojosongo. Salah satu panitia, Arif Setyobudi mengatakan, Sunan Kalijaga tidak hanya sebagai penyebar agama Islam melainkan juga dikenal sebagai budayawan yang santun dan seniman yang memiliki karya-karya sepanjang masa, salah satunya tembang Lir-Ilir.
“Berbagai sisi kehidupan mampu diangkat oleh Sunan Kalijaga sehingga kebudayaan lokal pun tidak harus mengalah pada agama Islam namun berjalan beriringan seperti hal pertanian, teknologi, dan kesenian,” ungkap Arif ketika ditemui Timlo.net di Sanggar Wayang Suket, Mojosongo, Selasa (26/7).
Acara utama akan diisi dengan sarasehan yang akan membahas tentang segala hal yang telah dimunculkan Sunan Kalijaga yang masih ada dan berguna hingga saat ini. Meskipun acara ini kental dengan keislaman, namun tetap melibatkan seluruh kalangan masyarakat secara lintas agama. “Sunan Kalijaga ini orang Jawa yang hidup pada jaman abad 15. Sedangkan masyarakat Jawa sendiri tentu sangat heterogen meskipun memang mayoritas beragama Islam,” tutur pencetus acara, Slamet Gundono.
Pentas rakyat berupa kesenian reog dari Prayungan, salah satu kampung di Mojosongo, akan memeriahkan peringatan ini. Kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan dari komunitas masjid bertajuk Jejak Cinta Sang Wali dengan penampil Rebana Maskumambang Mujahadah, Grup Hadrah Jamuri Surakarta, Grup Wening Ati, dan Gambus Jawa.
Pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Semar Njogo Kali disajikan secara unik oleh 4 dalang muda yakni Ki Surono Gondo Carito dari Klaten, Ni Kenik Asmoro Wati dari Sukoharjo, Ki Dwi Anom Dwijangkako dari Blitar, dan Ki Seno Hadi Sumitro dari Solo secara bergantian untuk masing-masing babaknya.
“Kami juga akan Mlaku Bengi ke kawasan Terminal Tirtonadi untuk membagikan nasi bungkus kepada kaum dhuafa tepat pada tengah malam,” lanjut Gundono. Refleksi diakhiri dengan pertunjukkan wayang kulit.