Jakarta – Vaksin untuk menghentikan penularan Covid-19 sudah tiba di Tanah Air, sebentar lagi siap disebarkan. Meski demikian, protokol kesehatan yang ketat tetap diperlukan agar penularan Covid tidak melambung tinggi.
Demikian pendapat dua dokter ahli dalam dialog yang digelar Satgas Penanganan Covid-19 BNPB, Selasa (8/12) sore. Mereka adalah Dr Masdalina Pane, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) dan Dr Koesmedi Prihato, Ketua Sub Bidang Tracing Satgas Penanganan Covid-19.
“Bagaimana pun, protokol kesehatan yang kita kenal dengan 3 M (memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan) secara evidence lebih mampu mencegah penularan. Harus didorong menjadi kebiasaan publik,” ujar Masdalina.
Dia menyebut, vaksin memang efektif dan diperlukan untuk menghambat penyebaran virus. Namun akan tetap berbahaya jika karena ada vaksin kita melupakan protokol kesehatan. Justru, perilaku sesuai protokol kesehatan seharusnya dibudayakan menjadi kebiasaan.
Masdalina mengungkap data, naiknya angka kasus Covid-19 saat ini, terjadi karena petugas di lapangan semakin mampu menemukan kasus sedini mungkin dalam tahap yang masih ringan. Saat ini, tracing untuk kasus Covid-19 sudah mendekati standar PBB, yakni 1:1.000 orang diperiksa.
Hasilnya, angka temuan pun melonjak signifikan. Tapi itu lebih baik daripada fenomena gunung es, di mana temuan kasus kecil namun tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
“Yang penting, angka temuan boleh besar, tapi angka kematian relatif rendah, karena kasus-kasus penularan cepat dilacak dan ditemukan di tahap awal,” ujarnya.
Mengapa tidak boleh mengandalkan vaksin sebagai senjata tunggal membunuh virus, Masdalina menggambarkan penularan Covid-19 berlangsung cepat. Bahkan, pada waktunya semua orang akan tertular, sehingga secara alamiah akan terjadi kekebalan yang disebut Herd Immunity.
“Penting sekali untuk menjaga agar jumlah kasus pada waktu itu tidak terlalu tinggi, agar fasilitas kesehatan yang tersedia bisa menangani semua kasus,” tandasnya.
Dr Koesmedi Priharto melanjutkan, kebiasaan baik protokol kesehatan, misalnya begitu pulang ke rumah langsung bersihkan diri dan ganti baju dulu baru bertemu keluarga.
“Kita harus menganggap semua orang berpotensi menularkan, karena itu kita tidak usah bersalaman. Menjaga jarak, kalau mau bicara ya pakai masker. Itu adalah kebiasaan yang harus kita bangun, karena hidup berdampingan dengan pandemi,” ujar dia.
Termasuk libur akhir tahun nanti, disebutnya sebagai “kebiasaan” di mana orang selalu berpikir bahwa libur identik dengan bepergian. Padahal, rekreasi sehat pun bisa dilakukan bersama keluarga di rumah.
“Kami, tenaga kesehatan tidak bisa sendiri, butuh partisipasi masyarakat. Semua harus bisa menjaga diri agar tidak tertular,” pesannya.
Editor : Ari Kristyono