Sragen — Kejaksaan Negeri (Kajari) Sragen menepis anggapan penetapan tersangka terhadap Agus Fatchur Rahman bermuatan politis. Kejari mengklaim itu sudah dilakukan sesuai SOP.
“Kalau dari runtutannya kami sesuai prosedur. Dari awal bulan Juli penyelidikan, lalu tanggal 11 Juli kita telaah, penyidikan tanggal 25 September dan 5 Desember penetapan tersangka,” kata Kajari Sragen, Muh Sumartono, Senin (10/12).
Sumartono mengungkapkan, penanganan kasus lanjutan kas daerah (Kasda) 2003-2011 ini dimulai dari penyelidikan berdasarkan laporan LSM Pusaka Nusantara Bumi Sukowati pada 2 Juli 2018 silam.
Pihaknya juga telah menelaah laporan BPK atas jawaban surat Sekda Sragen mengenai uang Rp 604 Juta dari sisa pengembalian pencairan deposito Kasda di BPR Joko Tingkir yang belum bisa dipertanggungjawaban.
Kajari menguraikan dari bukti-bukti dan keterangan ahli, tim berpendapat ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan AF, yakni melanggar Pasal 192 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di mana kepala daerah tidak boleh mengeluarkan keuangan di luar yang diatur dalam APBN maupun APBD.
Pencairan keseluruhan deposito di BPR Djoko Tingkir itu untuk menutup pinjaman atas nama Kushardjono (Sekda) dan Sri Wahyuni (DPPKAD) untuk keperluan terpidana Untung Wiyono. Pencairan itu yang dinilai tidak sesuai dengan Pasal 192 UU 32/2004.
Dari bukti-bukti yang diperoleh, pinjaman itu atas nama pribadi Kushardjono dan Sri Wahyuni sehingga mestinya Rp 11 miliar lebih itu menjadi tanggungan Kushardjono. Menurut Kajari, pencairan itu kemudian mengakibatkan kerugian negara.
Lantas proses pengembalian yang dilakukan terpidana Untung Wiyono dan Sri Wahyuni, baru kembali Rp 11,5 Miliar dan masih ada sisa Rp 604 Juta yang belum ada penanggungjawabnya.
“Dari Rp 604 Juta kekurangan itu, kemudian ditemukan catatan-catatan enam bilyet kasbon dari saudara AF ke Kushardjono sejumlah total Rp 376,5 Juta. Hampir mirip dengan pengembalian AF Rp 366 Juta,” urai Kajari.
Editor : Wahyu Wibowo