Wonogiri — Berawal dari bisnis jual beli tanah dan biro jasa pengadaan tenaga security, prajurit TNI Aangkatan Darat di Wonogiri, Sertu Muchammad Mashyudi, mampu mewujudkan mimpinya yakni membangun sebuah pondok pesantren. Kini sudah ada puluhan santri yang mengaji ilmu agama di Ponpes tersebut. Selain mendapat fasilitas penginapan, para santri tak dipungut biaya alias gratis.
“Alhamdulilah saya ada rejeki dari luar ketentaraan.Awalnya saya kan beli tanah lalu saya jual. Dapat untung, beli tanah lagi, begitu dan seterusnya. Lalu saya awalnya bikin omah ngaji. Nah, dari untung jual beli tanah itu saya kumpulin sedikit demi sedikit hingga saya bisa buat pondok pesantren. Selain itu saya juga punya usaha biro jasa security, di situ saya mendidik calon security kemudian saya salurkan ke pabrik-pabrik,” ungkap Sertu Muchammad Mashyudi, Jumat(8/1).
Sebagai prajurit TNI AD, Sertu Muchammad Mashyudi tercatat sebagai anggota Kodim 0728/Wonogiri. Dia berdinas di Koramil X Wuryantoro sejak tahun 2000. Sementara itu, Ponpes yang diasuhnya saat ini didirikan bulan Februari tahun 2017.
“Yang madrasah ada sekitar 30 santriwan dan 29 santriwati. Kalau yang mukim baru 10 orang. Untuk santriwati belum,” paparnya.
Di rumah prajurit yang beralamat di Perum Sendang Siwani RT2/RW 8 Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Ponpes Putra dan Putri Nurul Jannah An Nahdliyyah berdiri. Meski sebagai pengasuh Ponpes, namun soal kedinasan tetap tidak dilalaikan.
“Saya sebelum jadi tentara pernah mondok cukup lama, sembilan tahun. Enam tahun saya nyantri di Madrasah Juremi, Demak. Kemudian tiga tahun saya mondok di Ponpes Nurul Huda, Mangkang Wetan, Semarang Barat,” ujarnya.
Di Ponpes tersebut, kata Sertu Masyudi –sapaan akrabnya, anak-anak digembleng dengan ilmu agama dan mengaji Alquran. Di dalam mengajar santri-santrinya, dia mengaku dibantu sejumlah ustaz. Salah satunya adalah ustaz dari Ponpes Tremas, Pacitan, Jatim.
“Kebetulan anak saya sendiri kan mondok di Ponorogo dan kuliah di IAIN, jadi bisa membantu mengajar,” terangnya.
Sementara para santri yang belajar di Ponpes itu digratiskan semua. Para santri berasal dari berbagai daerah, sepeperti Purwantoro, Wonogiri dan Demak.
Dia menyatakan, para pengajar dirinya yang menggaji. Masing-masing pengajar awalnya digaji Rp 2 juta perbulannya. Namun berhubung ada pandemi Corona, maka saat ini mereka hanya menerima gaji Rp 1,5 juta perbulannya.
“Intinya kerja sama antar ustazlah. Untuk santri, belajar gratis, dapat makan gratis semua. Kalau ada yang ingat sodaqoh saya terima. kalau nggak ada, saya juga tidak njagakke. Karena saya bikin pondok itu karena matematikanya Gusti Allah, bukan matematika saya,” kata dia.
Sertu Mashyudi menambahkan, memiliki sebuah Ponpes adalah impiannya sejak lama. Dia mengaku berangan-angan memiliki Ponpes semenjak masih berada di batalyon atau sekitar tahun 1991 hingga tahun 1995. Hingga akhirnya di bulan Februari 2017, berkat kerja kerasnya mimpi itu dapat terwujud.
“Jadi angan-angan saya itu dulu setelah keluar dari pasukan nantinya bagaimana caranya punya Ponpes. Punya tempat untuk syiar keagamaan. Ukhuwah islamiyah, biar akhlak anak-anak ini, generasi-generasi penerus bangsa yang agamislah,” tandasnya.
Editor : Marhaendra Wijanarko