Solo — Kasus penipuan dan penggelapan menjdi tren di tahun 2020 lalu. Tidak menutup kemungkinan, kasus tersebut juga masih terus menjadi tren di tahun ini mengingat kondisi ekonomi yang tengah sulit.
“Selalu jadi tren ketika seseorang memanfaatkan kelemahan orang lain. Ketika seseorang itu biasanya pelaku memanfaatkan ketidaktahuan korban. Sehingga korban bisa ditipu, aset korban dipindahtangankan tanpa melalui proses hukum yang resmi,” terang Kasat Reskrim Polresta Solo, Kompol Purbo Adjar Waskito kepada wartawan, Selasa (9/2).
Tahun lalu, beberapa kasus penipuan dan penggelapan memang terjadi di wilayah Kota Bengawan. Sebut saja kasus penipuan berkedok arisan online kembali mencuat.
Sebanyak 43 orang menjadi korban arisan fiktif melalui grup WhatsApp (WA). Mereka terbuai dengan iklan di Instagram oleh influencer yang mengiklankan arisan itu. Kerugian disebut-sebut mencapai Rp 6 miliar.
Lalu Satreskrim Polresta Surakarta juga menangkap seorang wanita berinisial IW, 49, warga Surabaya. Wanita yang merupakan salah seorang pimpinan perusahaan itu terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan uang sebanyak Rp 15 miliar berkaitan penjualan bahan bakar non subsidi.
Serta kasus penipuan dan penggelapan sebuah mobil rental Honda Brio Satya nomor polisi L-1956-AO, dengan tersangka Sriyono (29), warga Selo, Boyolali.
Disinggung modus yang kerap digunakan pelaku, Purbo mengatakan, sebagian besar menggunakan cara mengungkapkan kata-kata bohong dan bujuk rayu kepada calon korban.
“Dengan rangkaian kata bohong dan bujuk rayu, sehingga membuat korban percaya apa yang dikatakan. Lalu, korban mau menyerahkan asetnya yang dimiliki. semua itu dari rangkaian kata-kata bohong dan perbuatan perbuatan yang melanggar hukum,” ungkapnya.
Terkait latar belakang pelaku melakukan tindak kejahatan tersebut, mantan Kasatreskrim Polres Wonogiri itu menyebut beragam.
“Ada yang pelaku tunggal ada juga yang komplotan,” katanya.
Editor : Dhefi Nugroho