Karanganyar — Salah kaprah pemanfaatan situs bersejarah harus dihentikan segera. Situs tersebut sedianya menjadi tempat mengedukasi, bukannya pusat bermaksiat.
Hal itu ditegaskan Bupati Karanganyar Juliyatmono dalam acara napak tilas Perjanjian Giyanti ke-266, Sabtu (13/2) lalu. Acara tahunan itu dihadiri GKR Mangkubumi, putri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X.
“Ojo diangker-angkerke. Ojo diwingit-wingitke. Dudu panggonan golek pesugihan (Jangan dibikin angker. Jangan dibikin seram. Ini bukan tempat mencari pesugihan). Ini adalah tempat berembuk pada zaman dulu saat menandai Perjanjian Giyanti,” katanya.
Situs tersebut dikelilingi pagar tembok berwarna putih. Terdapat pintu masuk dengan tulisan di atasnya Perjanjian Giyanti 13.2.1755. Di dalamnya tumbuh beberapa pohon dengan batang menjulang tinggi dan akar membuncah dari tanah. Situs ini ditetapkan cagar budaya oleh pemerintah. Terdapat naskah perjanjian Giyanti dan arca yang belum sempurna di area dalam tembok. Lokasi situs ini di Kelurahan Jantiharjo, Karanganyar.
Tiap tahun, napak tilas perjanjian Giyanti diperingati dengan bersih dusun. Masyarakat setempat menggelar pasar malam yang menyediakan kuliner khas Lingkungan Kerten, yakni arum manis. Kembang gula mirip kapas itu diproduksi dengan skala rumah tangga. Pengembangan situs bersejarah itu menjadi lebih baik sangat dinantikan masyarakat setempat. Tak jauh dari sana mengalir Sungai Samin dan bakal dibangun Waduk Dungdo. Kolaborasinya digadang-gadang bakal mewujudkan integrasi ekonomi kreatif, wisata edukasi dan olahraga.
Pada napak tilas tahun ini, acaranya disesuaikan protokol kesehatan. Selain dihelat siang hari, juga tak memicu kerumunan.