Wonogiri – Nelayan Pantai Sembukan Kecamatan Paranggupito memiliki acuan tersendiri dalam melaut. Sesuai kepercayaan yang mereka anut, ada pantangan melaut di hari-hari tertentu.
Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono menjelaskan, nelayan di wilayahnya pantang melaut pada hari Jumat. Jika nekat melaut, biasanya tidak akan mendapat hasil. Justru peralatan mereka rusak diterjang gelombang.
Menurut dia, ada tiga hari yang disakralkan. “Hari Kamis Pahing, Selasa Kliwon dan Jumat,” kata Dwi Hartono, Jumat (19/2).
Bagi sebagian warga setempat, Kamis Pahing dan Selasa Kliwon dijadikan sebagai hari untuk ritual. Dimana, di sekitar pantai itu terdapat tempat atau petilasan Pangeran Sembernyawa.
“Karena Pantai Sembukan ini adalah pantai ritual, (dipercaya sebagai) pintu gerbang ke-13 menuju dimensi lain. Jadi, para nelayan memilih di rumah. Sebenarnya, hari Jumat ini tidak hanya diyakini nelayan Paranggupito saja, tapi nelayan di Pantai Sadeng sampai Pantai Teleng Ria Pacitan juga sama, mengeramatkan hari pasaran itu,” terangnya.
“Sebenarnya, mereka ini sudah mahir melihat kondisi laut. Ilmu yang mereka gunakan dalam mencari ikan selama ini adalah ilmu titen atau bisa membaca pertanda alam berdasar adat kebiasan alam,” sambung dia.
Ilmu titen ini dipergunakan sebagai acuan atau prediksi waktu untuk melaut. Sebab, apabila salah dalam memprediksi kondisi alam, maka keberuntungan akan jauh dari mereka.
Puluhan nelayan di kecamatan itu kebanyakan sebagai nelayan manual. Mereka mencari ikan menggunakan jaring dan pancing. Lalu para nelayan khusus pencari udang lobster menggunakan alat yang disebut pancing krendetan.
Nelayan ini mencari lobster di malam hari di sekitar tebing-tebing karang Pantai Sembukan hingga sepanjang pantai yang berbatasan langsung dengan wilayah Gunung Kidul.
Bahkan kata dia, tak jarang sebelum mencari ikan, mereka terlebih dahulu mengamati pergerakan air laut. Dwi menyatakan, di kalangan nelayan ada tokoh yang dituakan. Dialah yang bakal memberikan komando melaut atau tidak. Tokoh ini kabarnya juga menggunakan ilmu titen.
“Kalau mereka melihat tanda alam, dimana muncul gelombang besar sebanyak tiga kali kemudian diikuti air surut atau gelombang pasang disusul gelombang kecil dan air berubah keruh, istilah Banjelan ini pertanda tidak baik. Artinya, ikan lagi sulit ditangkap, lobster juga tak mau makan pancing krendet. Maka, mereka memutuskan untuk tidak melaut,” jelasnya.
Editor : Dhefi Nugroho