Sleman — Masa pandemi Covid-19 bukan menjadi hambatan besar bagi penggiat sepak bola usia dini di Indonesia, dalam memaksimalkan potensi dan bakat anak didik. Seperti yang dilakukan oleh sejumlah pengurus akademi maupun SSB di beberapa wilayah.
Beberapa nama penggiat sepak bola usia dini, memberikan unek-unek dalam webinar bertajuk “Akademi di Tengah Pandemi” yang digelar urnalis Olahraga Yogyakarta (JOY), akhir pekan kemarin yang juga diikuti Timlo.net.
Empat narasumber hadir untuk memberikan penjelasan, diantaranya Rudy Eka Priyambada (CEO Safin Pati Football Academy), Guntur Cahyo Utomo (Direktur PSS Development), Mat Halil (pengelola SSB El Faza Surabaya), dan Eladio Antonio Reyes (La Liga Akademi Jakarta).
Meski kompetisi profesional masih belum berjalan akibat dampak dari Covid-19, tak mempengaruhi beberapa SSB maupun akademi. Anak-anak didik mereka masih tetap giat berlatih, karena justru ada manfaat besar dengan fokus berlatih di masa pandemi.
“Dengan pandemi ini, semua masih tetap berjalan, karena di tempat kami ada sekolah berbasis kurikulum Singapura. Jadi anak-anak masih bisa belajar sekolah formal, selain latihan setiap pagi dan sore,” terang CEO Safin Pati Football Academy (SPFA), Rudy Eka.
“Bagaimanapun harus beradaptasi untuk menjaga kesehatan. Minimal kegiatan tetap berjalan, lebih bermanfaat ketimbang anak bermain game online, habisin pulsa, meski semua pilihan kembali ke orang tua,” imbuhnya.
Sementara Eladio Antonio Reyes, selaku perwakilan Akademi La Liga mengatakan pembinaan yang dilakukannya tetap berhubungan dengan kurikulum dari negara Matador. Tentunya menyesuaikan kultur masyarakat di Indonesia.
Menurutnya, semua harus dibuat standar berdasarkan kelompok usia, dan anak didik dapat mengerti apa yang dimau pelatih di lapangan. Sebagai contoh pemain delapan tahun dapat dicampur dengan peserta 10 tahun dalam latiha. Kemudian untuk masuk fase taktik baru dapat dimulai usia 14 tahun.
“Sepak bola Spanyol bisa saya katakan mirip di Indonesia, permainan dari kaki ke kaki. Budaya sepak bola Spanyol bisa disesuaikan di Indonesia, PSSI juga punya proyek dengan sepak bola Spanyol. Di sisi lain bukan hanya soal hasil dalam pertandingan, itu bukan target utama. Tapi menciptakan pemain dari usia dini,” ungkapnya.
Narasumber lainnya, Mat Halil juga punya cerita menarik tentang SSB yang ia kelola. Keterbatasan disebutnya bukan menjadi halangan besar untuk tetap berkonsentrasi di sepak bola usia dini.
SSB El Faza rintisannya dibangun untuk memaksimalkan potensi yang tersebar di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Meski ia sempat minder dengan tidak menyematkan nama akademi, dan memilih SSB sebagai wadah pembinaannya.
“Awalnya saya bangun SSB untuk mewadahi anak-anak yang kurang mampu ekonominya namun sebenarnya punya potensi dan bakat. Di Surabaya ada lapangan tapi ya banyak kurang bagus. Beda dengan akademi yang pasti lebih baik. Untuk itu saya pakai nama SSB saja,” tuturnya.
“Kadang di dalam satu lapangan ada 100 anak yang ikut, karena jadwal yang padat. Intinya sengan keterbatasan bukan menjadi halangan,” jelas Mat Halil.
Editor : Marhaendra Wijanarko