Solo — Tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional, bahasa yang pertama kali diperoleh dan digunakan seseorang di lingkungan keluarganya. Hal tersebut disepakati dalam Konferensi Umum UNESCO 1999 untuk menghormati gerakan pemertahanan bahasa oleh orang Bangladesh (saat itu Pakistan Timur) pada 1952 yang diwarnai pembunuhan.
Berbicara perihal bahasa ibu, di Indonesia dengan keragaman sukunya, bahasa ibu sebagian besar masyarakat merupakan bahasa daerah asalnya. Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya arus urbanisasi serta globalisasi, kelestarian dan pemertahanan bahasa daerah perlu diberi perhatian khusus.
Zulfahmirda Matondang, Alumnus Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pun mengambil peran dalam upaya tersebut dengan menjadi Analis Kata dan Istilah di Balai Bahasa Provinsi Aceh. Dengan demikian, secara khusus ia turut mengembangkan dan mempertahankan bahasa daerah di Provinsi Aceh.
“Tugas dan peranku adalah melakukan analisis dan pengayaan kata dan istilah, baik bahasa-bahasa daerah yang ada di Provinsi Aceh maupun bahasa Indonesia,” ujar perempuan yang akrab disapa Mirda ini, Rabu (24/2).
Tidak hanya ingin turut berperan dalam pemertahanan bahasa sekaligus mengimplementasikan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah, melalui pekerjaan ini, Mirda ingin lebih lanjut mengembangkan ilmunya. Jika sebelumnya ia belajar dalam lingkup akademisi, kali ini ia ingin mempelajari bahasa dan sastra sebagai seorang praktisi.
Beragam tantangan harus dilalui Mirda. Seperti harus berkeliling ke daerah-daerah di Aceh untuk melakukan pendataan istilah. Di sisi lain, ia harus menyesuaikan dengan makanan di Aceh berikut budayanya yang turut dilingkupi penerapan syariat Islam.
“Yang sebelumnya tinggal di Provinsi Sumatera Utara, lalu berkuliah di Kota Surakarta, kini harus belajar hidup baru sebagai perantau di Provinsi Aceh,” tutur Mirda.
Mirda yang juga segera menjadi lulusan Magister Linguistik UNS ini mengatakan, penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di ranah keluarga sangatlah penting. Sebab, keluarga merupakan agen sosial pertama yang mengambil peranan besar dalam pemerolehan bahasa seseorang.
Begitu pula di lingkup pemuda dan mahasiswa yang aktif dengan berbagai aktivitas, kata Mirda, dapat digunakan bahasa sesuai konteks situasinya. Misal, apabila dalam forum resmi nasional menggunakan bahasa negara, sedangkan dalam forum internasional, dapat menggunakan bahasa internasional.
Namun bahasa daerah harus tetap dilestarikan. Misalnya, meskipun harus merantau, dalam interaksi sehari-hari dengan teman sedaerah dapat tetap menggunakan bahasa daerahnya.
Sebagaimana tema Hari Bahasa Ibu Internasional 2021, yaitu “Membina Multibahasa untuk Inklusi dalam Pendidikan dan Masyarakat”. Hal ini dilakukan untuk menunjukan dan memromosikan keragaman bahasa juga budaya Indonesia di tengah masyarakat.
Editor : Marhaendra Wijanarko