Solo — Kasus prostitusi kerap melibatkan anak perempuan di bawah umur. Banyak faktor yang mengakibatkan anak di bawah umur terjerumus ke dalam pusaran bisnis haram yang saat ini dilakukan dengan sistem online tersebut.
“Dari sejumlah kasus yang kami tangani, korbannya antara 14-16 tahunan atau usia SMP. Namun terkadang korban ini malu untuk mengakui, sehingga tidak melapor kalau dia menjadi korban eksploitasi seksual secara online,” terang Ketua Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (11/3).
Dikatakan, banyak celah untuk terjerumus dalam dunia prostitusi. Pertama mereka bisa saja diajak oleh teman sepantarannya yang sudah mengeluti profesi tersebut terlebih dulu. Lalu, ada juga yang dimakelari oleh mucikari melalui online.
“Kemudian ada juga kasus dimana anak tersebut tidak mengenal apa itu prostitusi. Kemudian dia mengakses media sosial, kemudian ada seseorang yang mengenalkan dunia prostitusi ini. Kemudian ada juga yang lewat mucikari,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi ekonomi tak melulu menjadi dasar untuk terjerumus ke bisnis tersebut. Namun lebih kepada gaya hidup. Dimana sebenarnya anak tersebut berasal dari keluarga yang cukup mampu, tapi karena mengingkan hal atau barang yang lebih diluar kemampuan mereka, dia mencari cara agar tujuan tersebut tercapai.
“Ini lebih ke tingkat konsumtif mereka. Ketika kami mendampingi klien, kami tanya. Uangnya untuk apa, dijawab buat beli barang yang diinginkan. Ini masuk ke kategori gaya hidup, jadi bukan semata-mata cuma faktor ekonomi,” katanya.
Pihaknya berharap, supaya mereka tidak mudah dan tidak mencoba untuk terjun ke bisnis haram tersebut. Pasalnya, setelah terjerumus akan sulit untuk keluar.
“Harapan kami, supaya mereka (anak-anak) tidak mudah terjerumus ke sana. Ini sangat sulit membuat mereka keluar, termasuk resiko yang bakal dialami di kemudian hari kedepan,” katanya.
Editor : Marhaendra Wijanarko