Karanganyar — Rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras mendapat pertentangan dari sejumlah kalangan di Karanganyar.
“Stok aman. Bahkan bisa menjual keluar setelah dikurangi konsumsi sendiri. Saya juga heran kenapa pemerintah mau impor beras,” kata Kepala Dinas Pertanian Perkebungan dan Perikanan (Dispertan PP) Karanganyar, Siti Maesyaroch, Sabtu (20/3).
Surplus beras di Kabupaten Karanganyar hingga akhir tahun 2021 diperkirakan 150 ribu ton. Dijelaskannya, sawah di Karanganyar sekitar 23 ribu hektare. Setiap bidang sawah ada panen sekali, dua kali atau tiga kali dalam satu tahun. Dari luasan tanah tersebut, hasilnya bisa mencapai 50 ribu ton sekali panen.
Siti mengungkapkan, masyarakat Karanganyar jumlahnya sekitar 900 ribu orang. Dengan rata-rata kebutuhan konsumsi beras masyarakat Karanganyar sekitar 83,6 Kg per orang per tahun, maka panenan selama setahun mencukupi bahkan bersisa lebih.
Sementara itu Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Karanganyar, Anung Marwoko mengajak seluruh stakeholder pertanian menolak rencana impor beras. Dibutuhkan data akurat kemampuan mandiri petani mencukupi kebutuhan domestik sekaligus potensinya melakukan ekspor.
“Sayangnya petani kita orangnya manut. Padahal kalau kompak bisa melakukan unjuk rasa atau class action. Pupuk sudah sangat mahal. Kenapa petani dibeginikan sedangkan di luar sana pekerja saja diberi regulasi dan jaminan UMK. Seperti tidak ada policy yang mengamankan petani. Saya atas nama pribadi dan HKTI meminta impor beras ditunda atau dibatalkan saja,” katanya.
Ia menyebut tidak ada kesepahaman antara Mendag dengan Mentan. Di satu sisi, data BPS menunjukkan panen padi pada MT 1 sebesar 25 juta ton mencukupi kebutuhan konsumsi domestik. Namun malah tetap memaksakan impor beras 1 juta ton.
“Pemkab, dinas pertanian dan lainnya perlu lebih aktif mengetahui data berapa kebutuhan beras sepanjang tahun dan berapa yang dihasilkan petani,” katanya.
Editor : Wahyu Wibowo