Solo — Pengusaha asal Solo, Andri Cahyadi yang melaporkan bos PT Sinarmas, Indra Wijaya dan Kokarjadi Candra dilengserkan dari kursi jabatan selaku Komisaris Utama (Komut) PT Eksploitasi Energi Indonesia (EEI). Pencopotan Andri dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS) yang digelar pada Senin (30/3) lalu.
“RUPS tahunan atau luar biasa (pertama-red) tidak berhasil dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. Namun, Senin 30 Maret RUPST dan LB PT. EEI ternyata berlangsung dan itu sangat mengecewakan saya,” kata Andri Cahyadi, saat berbincang dengan wartawan, Jumat (2/4).
Dalam RUPS-LB tersebut, kata Andri, dirinya dilengserkan sebagai Komut dan digantikan oleh Pujianto Bondo Sasmito. Sedangkan untuk jabatan Dirut yang sebelumnya dipegang Beny Wirawansah diganti Robin Wirawan.
“Saya khawatirkan bahwa penggantian komisaris dan direksi ini yang masih dalam proses laporan di Mabes Polri adalah kemungkinan untuk mengesahkan laporan keuangan 2018 yang jelas-jelas tidak saya setujui,” ungkap Andri.
Dikatakan, dengan penggantian Komut dan direksi akan berdampak pada kinerja perusahaan yang tidak semestinya. Tidak menutup kemungkinan, akan ada pengesahan laporan keuangan 2018 yang sebelumya tidak pernah disetujuinya.
“Dengan adanya RUPS-LB ini perusahaan menanggung atas segala hal yang tidak saya setujui pada laporan keuangan 2018, karena saya tidak setuju maka saya diganti,” ucapnya.
Andri juga menyayangkan sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ternyata memberikan lampu hijau atas terselenggaranya RUPS-LB tersebut. Mengingat, masih ada proses hukum yang berjalan berkaitan dengan perusahaan tersebut.
“Bahkan, situasinya kami sudah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri dan LP (laporan)-nya juga sudah diterima. Tapi ternyata OJK yang seharusnya mengawasi atau bahkan melarang agar tidak RUPS dahulu sebelum pemeriksaan selesai dilaksanakan,” jelasnya.
Seperti diketahui kasus pelaporan dua bos PT Sinarmas, Indra Wijaya dan Kokarjadi Candra telah memasuki proses pemeriksaan. Termasuk memeriksa Andri Cahyadi selaku pelapor beberapa waktu lalu. Dari PT Sinarmas sendiri sudah menunjuk Hotman Paris sebagai kuasa hukum untuk menangani kasus tersebut.
Laporan itu terdaftar dengan Nomor LP/B/0165/III/2021/BARESKRIM tertanggal 10 Maret 2021. Dalam laporan tersebut, kedua terlapor diduga melanggar Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 374 tentang penggelapan dalam jabatan.
Selain itu, keduanya diduga melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta Pasal 2,3,4, dan 5 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Seperti diberitakan sebelumnya, Andri Cahyadi melaporkan Komisaris Utama PT Sinarmas, Indra Widjaya dan Direktur Utama PT Sinarmas Securitas, Kokarjadi Chandra ke Bareskrim Mabes Polri.
Laporan itu terdaftar dengan Nomor LP/B/0165/III/2021/BARESKRIM tertanggal 10 Maret 2021. Dalam laporan tersebut, kedua terlapor diduga melanggar Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 374 tentang penggelapan dalam jabatan.
Selain itu, keduanya diduga melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta Pasal 2,3,4, dan 5 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kasus itu bermula saat PT EEI, bekerja sama dengan PT Sinarmas untuk menyupalai batu bara ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). PT EEI bergerak di bidang pertambangan dan perdagangan batu bara, pengembangan dan pembangunan tenaga listrik dan pengoperasian pembangkit listrik uap. Kerja sama dengan PT Sinarmas yang dimulai pada 2015 itu dilakukan untuk memenuhi permintaan batu bara yang lebih besar.
Waktu itu PT Sinarmas menempatkan seorang bernama Benny Wirawansyah, yang belakangan menduduki kursi Direktur Utama PT EEI. Setelah kerja sama berjalan 3 tahun, Andri melihat beberapa dugaan kejanggalan. Bukannya meraup keuntungan, perusahaannya justru dibebani utang hingga Rp 4 triliun. Hutang tersebut, didapatkan dari Grup Sinarmas.
Tak hanya dibebani utang, sahamnya di PT EEI yang awalnya mencapai 53 persen menyusut hingga sembilan persen. Jika dikalkulasi, atas kerjasama yang dibangun tersebut harusnya untuk hingga Rp15,3 triliun.
Karena PT EEI terus merugi, Andri sempat meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan. Dia juga menolak menandatangani laporan keuangan perusahaan tahun 2018. Seiring berjalannya waktu setelah delapan bulan mengumpulkan data atau dokumen pendukung, kasus ini oleh Andri Cahyadi dilaporkan ke Bareskrim.
Editor : Marhaendra Wijanarko