Sragen– Sebuah pabrik garmen skala besar di Desa Pilangsari, Kecamatan Ngrampal, Sragen menjadi sorotan lantaran diduga melanggar banyak aturan. Pabrik tersebut diduga belum mengantongi izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dari dinas terkait. Kondisi itu telah diadukan warga sekitar kepada DPRD Sragen supaya mendapat perhatian dari pemerintah untuk ditindaklanjuti.
“Memang ada aduan masuk ke kami soal dugaan pabrik skala besar yang sudah beroperasi padahal izin Amdal, IMB-nya terindikasi bermasalah. Kemudian lokasi pabrik berdiri itu juga tidak masuk zona industri. Ini masih kami pelajari dan nanti akan kami agendakan untuk melakukan pengecekan,” papar Wakil Ketua DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto, Kamis (27/12).
Bambang Pur mengungkspkan, aduan dari masyarakat itu menyampaikan pabrik tersebut belum mengantongi izin Amdal dan tata ruang. Namun pabrik berinisial DJP itu dikabarkan justru sudah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) pada November 2017 lalu dengan bahasa bangunan tertulis rumah usaha.
Menurutnya, masalah pelanggaran IMB dan tata ruang itu oleh industri memang tidak bisa dibiarkan. Sebab Pemkab Sragen sudah memetakan tata ruang yang semua diperuntukkan sesuai dengan zonasinya.
Selain itu, pelanggaran soal Amdal juga tak bisa ditoleransi lantaran terkait erat dengan keselamatan lingkungan. Pelanggaran tata ruang juga mengandung konsekuensi pidana bagi pelanggar, termasuk pejabat yang mengeluarkan izinnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sragen, Nugroho Eko Prabowo melalui Kabid Perlindungan LH, Ichwan Yulianto menyampaikan, sejauh ini pihaknya belum pernah menerbitkan surat atau izin perihal Amdal untuk pabrik garmen DJP tersebut.
Menurutnya, pemilik pabrik memang pernah datang ke DLH untuk mengajukan izin lingkungan pada 12 Oktober 2017 silam. Saat itu yang bersangkutan datang dengan membawa dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) untuk perizinan usaha industri garmen.
Namun setelah dicek, ternyata salah satu persyaratan yakni surat atau informasi yang menyampaikan lokasi harus sesuai dengan tata ruang dari DPU-PR, belum ada.
“Karena belum ada, kami minta untuk dipenuhi dulu informasi dari Tata Ruang DPU-PR. Karena itu jadi salah satu syarat untuk kami menerbitkan izin lingkungan. Tapi sampai sekarang nggak pernah kembali lagi. Proses izinnya mandeg. Kalau kemudian muncul IMB dan sudah beroperasi itu di luar kewenangan kami,” jelas Ichwan.
Editor : Marhaendra Wijanarko