Solo – Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), meluncurkan Catalyst Changemakers Lab (CCL). CCL merupakan sebuah program inovatif bagi para changemakers (agen perubahan) untuk berkolaborasi dalam mengatasi permasalahan akses air minum layak dan ketahanan bencana hidrometeorologi melalui inovasi dan teknologi.
“Kita semua menyadari bahwa air merupakan penopang kehidupan manusia. Maka kita perlu mengatasi permasalahan akses air minum layak,” ujar Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa, Monica Oudang dalam diskusi virtual, Rabu (17/11).
Ia mengatakan ada dua isu yang membutuhkan untuk bergerak bersama. Masalah pertama adalah air minum layak harus dapat diakses oleh setiap individu. Kedua, bencana terkait air semestinya tidak memberikan kerugian sosial ekonomi yang berat kepada masyarakat.
“Dengan prinsip gotong royong yang selalu menjadi DNA kami, kami berkomitmen untuk mendorong perubahan yang mengakar dan berkesinambungan,” kata dia.
Ia berharap CCL dapat menjadi langkah perubahan pada sistem dengan memanfaatkan kolaborasi, inovasi dan teknologi. Dengan program ini setidaknya dapat mendukung upaya pemerintah demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang dapat menikmati air minum layak dan lebih tahan terhadap bencana terkait air.
Direktur Perumahan dan Permukiman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tri Dewi Virgiyanti menambahkan mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh YABB dengan membentuk kolaborasi para changemakers mulai dari perusahaan rintisan (start up), organisasi masyarakat sipil (CSO) serta komunitas untuk membantu percepatan akses terhadap air minum layak dan aman.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan target pemerintah dimana seluruh masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap air minum layak di tahun 2024, termasuk 30 persen akses air minum perpipaan, dan 15 persen akses air minum yang aman.
“Tidak hanya permasalahan air minum layak yang masih menjadi pekerjaan kita bersama. Data BNPB mencatat bahwa 98 persen bencana yang terjadi di Indonesia sejak Januari sampai Agustus 2021 adalah bencana hidrometeorologi basah,” tutup dia.
Editor : Dhefi Nugroho