Solo – Dalam rangka menyemarakkan acara Alletno 6 yang digelar oleh HMJ Etnomusikologi ISI Solo, panita Alletno menyuguhkan pemutaran film dokumenter yang berjudul “Mocoan”. Film berdurasi 15 menit ini diputar di tengah-tengah pementasan Alletno 6.
Dalam film dokumenter tersebut menceritakan tentang warisan budaya yang saat ini mulai ditinggalkan generasi muda. Adalah “Mocoan” atau yang dikenal dengan istilah lain “seni membaca lontar” merupakan warisan budaya yang dimiliki masyarakat kota Banyuwangi. Mocoan sendiri merupakan adalah seni membaca tulisan yang berbahasa Jawa ngoko, Banyuwangi serta, bahasa Arab. Tulisan yang dibaca dalam “Mocoan” ini biasanya menceritakan tentang kisah kegelisahan dan kegembiraan yang dialami oleh Nabi Yusuf. Uniknya dalam “Mocoan” ini tidak hanya sekedar dibaca secara lantang saja namun juga disisipi dengan nada pentatonik. “Mocoan” biasanya dimainkan ketika ada upacara Tingkeban (upacara kehamilan) atau upacara panen pari (padi). Dalam pementasannya “Mocoan” selalu di ikuti oleh pacul gowang. Pacul gowang adalah salah satu bentuk parikan (pantun) yang dinyanyikan dengan cara yang sama seperti menyanyikan “Mocoan”.
Dalam film tersebut digambarkan betapa kesenian yang merupakan warisan budaya ini sudah begitu ditinggalkan oleh masyarakat Banyuwangi khususnya para anak mudanya. Film ini merupakan gambaran keprihatinan Cipto sang Sutradara, dalam releasenya kemarin Cipto mengungkapkan harapannya agar kepedulian Lare Oseng (anak muda Banyuwangi) akan budaya dan kesenian semakin meningkat.