Solo – Candi Cetha merupakan peninggalan bersejarah abad ke XV jaman Majapahit akhir, kompleks candi Cetha terletak di lereng barat gunung Lawu berada pada ketinggian kurang lebih 1.400 M dpl, kompleks candi Cetha berada di dukuh Cetha, desa Gumeng kecamatan Jenawi, kabupaten Karanganyar, adapun secara astronomis terletak pada 111º 09’ 14” Bujur Timur dan 07º 35’ 48” Lintang Selatan.
Keberadaan candi Cetha pertama kali dilaporkan oleh Van Der Vlis pada tahun 1842 selanjutnya karena merupakan candi jaman majapahit mendapat perhatian para purbakala seperti W.F Stutterheim, K.C Crucq, N.J Krom, A.J. Bernet Kempers. Riboct Darmosoetopo dan kawan-kawan yang merupakan ahli purbakala pada jaman itu, pada tahun 1928 dinas purbakala telah mengadakan penelitian melalui ekskavasi untuk mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap.
Berdasarkan penelitian, kompleks candi Cetha terdiri dari 13 teras berundak yang tersusun dari barat ke timur, makin ke belakang makin tinggi dan dianggap paling suci, masing-masing halaman teras dihubungkan oleh pintu dan jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua bagian.
Bentuk seni bangunan candi Cetha mempunyai kesamaan dengan candi Sukuh, yaitu dibangun berteras sehingga mengingatkan kira pada punden berundak mas prasejarah. Bentuk susunan bangunan bangunan semacam ini sangat spesifik dan tidak ditemukan pada kompleks candi lain di Jawa Tengah kecuali candi Sukuh.
Pada kompleks candi Cetha banyak dijumpai arca-arca yang mempunyai ciri-ciri masa prasejarah misalnya arca digambarkan dalam bentuk sederhana, kedua tangan diletakkan di depan perut dan dada. Relief-relief di candi menggambarkan adegan çundhamala, mengenai pendirian candi Cetha dapat dihubungkan dengan keberadaan prasasti yang berangka tahun 1373 Saka atau 1451 Masehi, candi ini merupakan candi yang berasal dari sekitar abad 15 Masehi pada masa majapahit akhir.
Menurut sejarah, Candi Cetha dibangun pada abad XV oleh Raden Brawijaya V, sebelum beliau moksa atau menghilang di puncak Lawu. Candi berundak yang menghadap ke barat, menjadi simbol berakhirnya Kerajaan Majapahit. Candi ini terdiri dari 13 teras berundak yang tersusun dari Barat ke Timur. Gapura candi yang tinggi menjulang, merupakan ciri khas candi ini. Di beberapa teras terdapat pendapa dan bangunan kayu tempat arca Brawijaya V dan pengawalnya serta sebuah arca Lingga sebagai simbol jenis kelamin laki-laki dan Yoni sebagai simbol kelamin perempuan.
Di atas candi Cetha ada candi lagi yaitu candi Kethek. Di timur candi, terdapat Puri Taman Saraswati. Taman ini merupakan tempat sembahyang bagi umat Hindu kepada Sang Hyang Aji Saraswati. Patung Dewi Saraswati adalah pemberian dari bupati Gianyar A.A Gde Agung Barata untuk bupati Karanganyar sebagai bentuk kerjasama dan ikatan persaudaraan antara masyarakat Hindu Bali dan Hindu jawa. Di kawasan taman, setiap peringatan Hari Saraswati yang diadakan setiap 210 hari selalu digelar kesenian tradisional Jawa dan Bali. Sampai saat ini, komplek candi digunakan oleh penduduk setempat yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan dan populer sebagai tempat pertapaan bagi kalangan penganut agama asli Jawa/Kejawen.
Dikawasan yang berudara sejuk ini juga ditemui kebun-kebun, perkebunan teh yang luas menambah segarnya udara dan suasana di lereng gunung lawu tepatnya di desa Kemuning Ngargayasa Karanganyar.
(sumber: artikel cetak di lokasi dan Sucipto Juru kunci candi Cetha)