Solo – Gelar Monolog yang digelar di Teater Arena TBS kemarin malam (27/1) banyak mengangkat isu sosial. Pelecehan terhadap perempuan, permasalahan rumah tangga, dan kritikan terhadap anggota legislatif menjadi tema para penampil dalam mempersembahkan karya-karyanya.
Dalam pementasan tersebut diawali dengan karya Fatimah yang berjudul Sri Tanjung, kisah-kisah pelecehan perempuan yang di kemas dalam bahasa jawa. Walaupun tidak semua penonoton mengerti maksud dari karya tersebut, namun paling tidak Fatimah berhasil memberikan sebuah intisari bahwa seorang wanita harus tegar, kuat, dan mampu bangkit dan berjuang dari sebuah ketidakadilan.
Dalam karya yang kedua yang dibawakan oleh Suroto S Toto ini, mengangkat tentang prahara rumah tangga, dimana suami yang selalu mendapatkan tekanan oleh istrinya. Bercerita tentang kisah seorang guru yang sederhana dan jujur yang mempunyai istri yang suka menuntut banyak hal. Keadaan ekonomi sang guru yang pas-pasan membuat sang istri jengkel karena suaminya yang seorang guru tidak mampu memberikan segala yang dibutuhkan oleh sang istri. Kisah ini banyak bermunculan di masyarakat.
Yang terakhir adalah karya yang berjudul Semar yang dibawakan oleh Thomas Haryanto. Semar dalam kisah pewayangan adalah seorang yang sangat bijaksana, seorang guru, dan seorang yang sangat dihormati. Namun dalam pementasan kemarin Thomas mencoba mengkontekskan bahwa jaman sekarang ini banyak muncul Semar-semar baru atau Semar gadungan. Salah satunya adalah Semar yang berada di Legislatif pemerintahan kita. Seorang Semar yang terlihat memperjuangkan sesuatu namun di dalamnya ada maksud-maksud tertentu.
Muncul-munculnya isu-isu sosial dalam Gelar Monolog kemarin menunjukkan bahwa isu-isu tersebut sudah bukan hanya sebuah isu belaka namun juga sebuah keprihatinan yang sudah sangat dirasakan oleh masyarakat.