Solo – Kekerasan suporter sepakbola di Indonesia sudah menjadi hal yang biasa di Negeri ini. Banyak kasus dan konflik yang terjadi, baik antara sesama supporter, polisi, maupun terhadap pemain. Kekalahan tim kesayangan mereka sering menjadi pemicu utama terjadinya kekerasan.
Kadangkala hal ini membuat kita berpikir sejenak. Apa yang terjadi pada mereka? Bukannya kalah menang itu adalah hal yang biasa?
Fanatisme supporter terhadap tim sepakbola mereka menjadi salah satu faktor. Setiap tim dan supporter pasti mempunyai impian untuk berjaya dan mampu menjadi jawara. Namun tidak selamanya jalan itu mulus. Kekalahan tim sepakbola dan buruknya permainan tim menjadi faktor yang membuat mereka kesal.
Begitupula tim sepakbola, tanpa adanya supporter serasa sayur tanpa garam . dua peran antara supporter dan tim ini seharusnya saling menguntungkan. Tim membutuhkan semangat, dukungan dan motivasi sedangkan supporter butuh kemenangan.
Supporter sendiri merupakan bentuk eksistensi dari masyarakat, yang mempunyai sebuah bentuk kebanggaan serta kencintaan terhadap tim sepakbola. Hal ini yang yang membuat fanatisme supporter timbul. Mereka akan sangat senang jika tim mereka menang namun bisa sangat marah jika yang terjadi sebaliknya.
Jika kita melihat potret kekerasan supporter di Indonesia sebagaian besar pemicunya adalah sikap kekecewaan karena tim kesayangan mereka kalah. Seperti konflik antar supporter yang terjadi tatkala tim Persib menjamu Persija serta duel Persebaya vs Arema. Kekerasan yang awalnya merupakan bentuk kekecewaan karena kekalahan tim kesayangan mereka ini berubah menjadi sebuah rivalitas antar supporter. Dendam kerap kali memicu aksi ini berulang seperti kasus supporter Aremania dan Bonek. Perselisihan antar kedua supporter ini sering terjadi.
Namun sayangnya Anarkisme ini semakin berkembang parah. Dulunya konflik yang timbul hanyalah antara sesama supporter namun sekarang mengarah kepada aksi anarkis. Bahkan terkesan mereka berbuat semau mereka.
Melihat kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu ulah Bonek yang melakukan pengrusakan serta penjarahan di beberapa stasiun kereta api. Membuat kesan bahwa keberadaan mereka terkesan ngawur dan seenaknya sendiri. Mereka bisa membuat kekacauan tanpa ada pemicu. Begitupula jika kita melihat ulah supporter pasopati yang sengaja membunyikan suara knalpot yang sudah dilubangi.
Seharusnya kasus-kasus ini menjadi sebuah pembelajaran. Dan juga PSSI harusnya membuat langkah yang tegas terkait dengan ulah supporter. Hukuman terhadap supporter juga belum menyelesaikan masalah. Di luar negeri hukuman terhadap supporter yang berulah bukan hanya diberikan kepada supporter saja namun juga kepada tim sepakbola bahkan tim sepakbola bisa mendapatkan larangan bermain jika supporter mereka terus berulah. Mungkin PSSI mulai melirik hukuman semacam itu sebagai efek jera sehingga hal-hal semacam ini tidak terulang lagi.
(tulisan ini adalah opini penulis)