Solo – Kata angkringan atau sering di sebut hik (hidangan istimewa kampung) sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Solo dan sekitarnya.
Tempat makan khas ini bahkan telah memiliki banyak penggemar. Hanya beratapkan tenda, dengan gerobak yang juga berfungsi sebagai meja. Tempat ini biasanya menjajakan kopi, teh, dan jahe dengan panganan (makanan ringan) gorengan, aneka macam sate dari keong, ayam, ampela ati, telur puyuh dan nasi bungkus yang dikenal dengan sebutan sego kucing (nasi kucing).
Disebut demikian karena memang porsinya mirip dengan porsi makan kucing. Nasi bungkus yang hanya berukuran sekepalan tangan dengan lauk ikan, gudeg, atau suwiran ayam serta sambal, atau oseng sayur.
Para pelanggannya pun akan duduk di bangku yang mengelilingi gerobak dan memilih makanan sesuai selera mereka. Berdasarkan info yang dikumpulkan Timlo.net, dulunya angkringan adalah tempat makan bagi para pekerja kasar yang bekerja hingga larut malam, seperti tukang becak, pedagang, hingga kuli panggul di sekitar kota.
Namun berbeda dengan keadaan yang sekarang dapat dilihat, saat ini angkringan telah menjadi bagian dari keseharian bagi masyarakat Solo, khususnya kaum muda. Bahkan banyak juga pembeli yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Makan di angkringan pun menjadi sebuah trend tersendiri.
Suasana angkringan yang memang lain dari pada yang lain adalah salah satu daya tarik bagi pelanggan. Seperti halnya Wendy sesorang pembeli. Alasan dia makan di angkringan yang utama bukanlah harga yang murah, namun yang ia cari adalah suasana khas angkringan yang tidak dapat ditemukan di manapun.
Ini yang membuat dia dan kawan-kawannya selalu kembali datang untuk sekedar bercengkrama sambil menikmati teh kental, atau jahe panas, setelah jalan-jalan atau beraktifitas. "Kami disini sering kumpul kumpul, selain bisa ngobrol lama, nyaman, tur murah." ungkapnya.