Solo – Dalam Ritus tradisi Jawa, bancakan tak pernah lepas dari setiap kegiatan yang bersifat budaya, bancakan merupakan simbol rasa syukur kepada nenek moyang dan Tuhan sebagai pencipta, bancakan merupakan hal yang lazim dalam kulturasi masyarakat yang memegang erat tradisi kejawennya, bancakan merupakan pemahaman setiap orang kepada sang pamomong atau pengasuh dan pembimbing secara spiritual yang diwujudkan dengan bentuk nasi tumpeng terdiri dari bermacam sayuran hasil bumi.
Bancakan sendiri sudah mulai mengalami pergeseran makna di masyarakat Jawa, dalam hal tertentu bancakan dilakukan dengan beramai.ramai, maka masyarakat memaknainya bahwa hal yang dilakukan beramai-ramai baik itu bentuk persepsi positif maupun negatif selalu dikaikan dengan makna bancakan, seperti makna ”bancakan uang rakyat”, idiom kata bancakan sering disalah artikan oleh sebagian kalangan masyarakat sebagai hal yang dilakukan berjamaah atau beramai-ramai, meskipun dalam kenyataannya bancakan memang dilakukan lebih dari satu orang.
Diambil dari sisi budaya, bancakan merupakan unsur budaya religi yang saat ini masih melekat erat di dalam kultur masyarakat khususnya masyarakat Jawa. Dalam kaitannya dengan kehidupan selalu ada kehidupan lahiriah dan batiniah, kehidupan lahiriah merupakan raga yang digerakkan tubuh, kehidupan batiniah merupakan kehidupan dimana jiwa kita terjaga oleh seorang pembimbing. Nah di dalam masyarakat Jawa percaya, bahwa pembimbing inilah yang mengarahkan dan membimbing agar seseorang tidak salah dalam melangkah, supaya segala perilaku kita baik dan benar. Dalam bahasa Jawa sering disebut sebagai sang pamomong.
Antara pamomong dengan yang diemong seringkali terjadi kekuatan tarik-menarik. Pamomong menggerakkan ke arah kareping rahsa, atau mengajak kepada hal-hal baik dan positif, sementara yang diemong cenderung menuruti rahsaning karep atau ingin melakukan hal-hal semaunya sendiri, menuruti keinginan negatif, dengan mengabaikan kaidah-kaidah hidup dan melawan tatanan yang akan mencelakai diri pribadi, bahkan merusak ketenangan dan ketentraman masyarakat.
Namun eksistensi pamomong oleh sebagian orang dianggapnya sepele bahkan sekedar mempercayai keberadaannya saja dianggap syirik. Dalam kaitannya dengan bancakan ini, kita sebenarnya diajak untuk memahami bahwa Tuhan mencipakan adanya keseimbangan alam, dimana Tuhan menciptakan dunia fana dan dunia nyata. Bancakan sendiri juga tersirat makna, penyelarasan antara lahir dengan batin, antara jasad dan sukma, antara alam sadar dan bawah sadar. Katakanlah, antara batin dan lahir kita akan lebih seimbang, harmonis dan sinergis, serta keduanya akan menjalankan fungsinya secara optimal untuk saling melengkapi dan menutup kelemahan yang ada, selain rasa syukur kepada Tuhan sebagai pencipta, masyarakat Jawa meyakini bahwa masih ada kehidupan spiritual dalam dunia ini yang membawa kita pada keselamatan dunia dan akhirat.
Rony/Timlo.net