Solo – Bagaimana agar sekolah bisa menghargai keanekaragaman suatu proses yang ragam itu dan tidak harus diragukan tetapi setiap anak dicoba petensinya itu juga tentunya diberikan pendidikan yang baik. Hal ini mendapat tanggapan yang serius dari Pakar Pendidikan Inklusi dari UNS, Drs. Nunawir Yusuf. M.Psi ditemui Timlo.net hari ini (30/4) sebelum mengisi workshop “Mencipta Sekolah yang Bikin Betah Anak” di Novotel Solo.
“Sebenarnya di Indonesia itu, sekolah yang baik itu diberikan keleluasaan mengimprovisasi visi dan misinya. Pemerintah kan hanya menekankan standart isinya. Coba saja lihat, prakteknya banyak sekolah itu hanya takut dengan ujian nasionalnya (UN) saja,” ungkapnya.
Pihaknya menyarakan agar masyakarat sekarang ini masih dibina bahwa sekolah yang baik itu bahwa anak-anaknya kalau saat UN itu akan menjadi baik. “Mereka ini lupa bahwa UN itu hanya tolok ukur sedikit dari suatu mutu pendidikan. Pendidikan tidak bisa hanya diukur dengan angka-angka, tetapi pendidikan itu juga harus diukur dari kepribadian tingkah laku anak tersebut,” tandasnya.
Ditanya mengenai bagaimana memilih sekolah yang ramah anak, pihaknya mengatakan bahwa sekolah tersebut tidak diskriminatif, menghargai keanekaragaman dan ketelitian yang mengutamakan dibidang akademik dan non akademik.
“SDM yang ada di lingkungan karena sesungguhnya dalam sekolah itu ada kepala dan komite sekolah, sebaiknya diajak untuk diskusi dan mengembangkan sekolah itu agar bisa menjadi peluang. Tentunya sekolah harus bisa mengambil space tertentu dan itu harus ditumbuhkan disana. Sekolah itu punya anak yang bagaimana, coba digali potensinya dan sekolah tidak perlu bersaing dengan sekolah yang lain, karena input yang berbeda ini janganlah berkecil hati. Ini justru sebuah tantangan dan peluang untuk sekolah itu bisa memenangkan sebuah tantangan itu. Contohnya saja, anak yang tidak diperhatikan itu tiba-tiba jadi juara, karena keahlian sekolah itu bisa mendeteksi anak didiknya dibidang apa,” harapnya untuk sekolah-sekolah.