Timlo.net — Sebagaimana yang kita ketahui, pemerintah Indonesia berencana membuat penyatuan zona waktu di Indonesia dari tiga zona waktu yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT), Waktu Bagian Tengah (WITA) menjadi satu zona waktu yaitu GMT +8. Zona waktu ini disebut Waktu Kesatuan Indonesia.
Pada awalnya pemerintah berencana memulai perubahan ini pada tanggal 28 Oktober 2012, tapi rencana ini mengalami penundaan hingga waktu yang belum ditentukan.
Rencana pemerintah ini mengundang berbagai reaksi. Pihak pemerintah beralasan bahwa penyatuan zona waktu ini akan membawa banyak manfaat positif dalam bidang pemerintahan, industri penerbangan, industri media, industri telekomunikasi dan daya saing nasional.
“Pertimbangan penyatuan zona waktu didasarkan pada pertimbangan kondisi geografis, politik, sosial budaya, ekonomi, hankam dan agama. Selain itu juga keuntungan penyatuan zona waktu akan berdampak pada penghematan energi,” kata Tim Kajian Kementerian Riset dan Teknologi, Mohammad Nur Hidayat selaku Tim kajian Kementerian Riset dan Teknologi dilansir dari Tribunnews.com.
Diperkirakan bahwa penghematan listrik hingga sebesar Rp1,6 Triliun per tahunnya. Tapi anggapan-anggapan ini disanggah oleh mantan wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK). Beliau beranggapan bahwa penyatuan zona waktu ini hanya dimaksudkan untuk menguntungkan bursa saham.
“Kalau alasannya hanya ingin membuka bursa perdagangan lebih awal, untuk apa mengorbankan 200 juta penduduk Indonesia, rekrut saja 2.000 orang untuk buka bursa efek lebih awal,” ujar JK kepada wartawan di Gedung PMI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (29/5).