Klaten – Aliansi Rakyat Anti Korupsi Klaten (ARAKK) menilai siapa pun yang menerima tugas atau jabatan, baik sebagai panitia dan pimpinan pelaksana proyek pengadaan buku ajar SD/MI 2004 harus bertanggung jawab.
“Salah besar jika para pejabat itu mengatakan bukan tupoksinya. Sebab, mereka mau menerima tugas tersebut,” ujar Koordinator ARAKK Abdul Muslih kepada wartawan, Selasa (17/1).
Penilaian Muslih ini menanggapi sikap para panitia pengadaan buku ajar yang cenderung mengelak untuk bertanggunjawab pada proyek yang diduga menyimpang hingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,4 miliar tersebut.
“Saat para pejabat itu mengetahui yang dilakukan melanggar hukum dan mengarah ke tindakan korupsi seharusnya mereka menolak untuk menjalankan tugas,” ujar Muslih.
Muslih menjelaskan, pejabat pengadaan barang/jasa juga mendapatkan honor yang diatur dalam Standarisasi Harga Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Klaten.
“Ini berarti minimal pejabat tersebut “menikmati” hasil dari proses pengadaan buku ajar 2004 melalui honorarium yang diterimanya. Jangan menerima haknya saja, tapi tanggung jawab juga harus dijalankan,” tandasnya.
Secara sistematis, kata Muslih, panitia harus melaporkan pelaksanaan pekerjaan kepada pembentuknya. Mereka juga harus bertanggung jawab dengan pelaksana pekerjaan kepada pembentuknya.
“Panitia juga ikut bertanggung jawab, selain pimpinan pelaksana dan pengguna anggaran,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penididikan (Dispendik) Klaten Sunardi mengatakan, kewenangan panitia hanya sebatas pada penentuan harga pengadaan buku.
“Kami tidak bertanggung jawab secara administrasif terkait hasil pertemuan yang dilakukan oleh panitia,” ujar Sunardi yang saat pengadaan buku ajar ditunjuk sebagai ketua panitia.
Hal senada juga Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan (PMPTK) Dispendik Klaten, Muzayin.
“Kewenangan panitia hanya untuk penentuan harga. Memang saat itu ada penawaran masuk namun itu gagal. Jadi panitia belum pernah membahas soal penawaran,” imbuhnya.