Solo — Sosoknya sebagai rohaniawan, sastrawan, budayawan dan aktivis selalu membuatnya menarik untuk dibicarakan lebih dalam. Melalui karya-karya yang diciptakannya, sosok YB Mangunwijaya atau Romo Mangun banyak menginspirasi berbagai kalangan.
Dalam acara bertajuk “Novel-novel Romo Mangun: Sastra Hati Nurani” yang digelar Harian Kompas dan Dinamika Edukasi Dasar, di Rumah Dinas Walikota, Loji Gandrung, Rabu (13/3), sosok Romo Mangun dalam karya-karyanya dikupas. Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Emha Ainun Najib (Cak Nun), Ayu Utami, Bandung Mawardi, Joko Pinurbo, serta dan B Rahmantono.
Esais muda, Bandung Mawardi mengungkapkan, dalam setiap karya Romo Mangun selalu mengandung keterikatan antara manusia, alam sekitar dan fauna. Sehingga apabila membaca karya-karyanya selalu mencirikan spirit humanisme dan perjuangan jati diri.
“Beliau (Romo Mangun) seorang penulis yang tidak hanya menyoroti satu hal semata. Namun mengaitkan antara manusia, alam sekitar dan fauna,” kata Bandung Mawardi.
Sementara penulis novel Shaman, Ayu Utami menyoroti tentang humanisme karya-karya Romo Mangun. Disebutkan, Romo Mangun lahir empat tahun setelah Pramoedya Anantatoer. “Namun, beliau baru menyumbangkan karyanya di usia lanjut. Meski begitu, setiap karya beliau selalu menggambarkan sosok-sosok tokoh yang detail. Sehingga setiap pembacanya dapat menggambarkan dengan jelas dan pasti tentang tokoh yang ditampilkan,” bebernya.
Ayu menilai sosok Romo Mangun sangat memahami humanisme manusia secara ideal. Romo Mangun juga dinilai konsisten dan menolak standarisasi yang tidak sesuai dengan jati dirinya.
“Dalam karya-karya Romo Mangun selalu mengedepankan proses pembuatannya, sehingga karya-karya beliau tersuguhkan secara sempurna,” urainya.
Budayawan, Emha Ainun Najib berpandangan bahwa Romo Mangun selalu memperjuangkan hati nurani manusia. Terlepas dari tekanan pihak-pihak yang mencampuri karya-karyanya itu. Disamping itu, pria yang dikenal dengan sebutan Cak Nun tersebut juga menilai dari segita tata bahasa yang diangkat oleh Romo Mangun juga sangat mendalam. Dirinya dapat memilih diksi-diksi kata yang sesuai dengan tatanan dan kebiasaan masyarakat, khususnya orang Jawa.
“Tatanan kata yang digunakan Romo Mangun ini sangat sesuai. Sehingga sebagai seorang sastrawan, dalam karya-karya dibuatnya penggunaan kata tersebut sudah dapat dilihat kapasitas karya yang dihasilkannya,” ujar pria asli Jombang tersebut.