Wonogiri — Permasalahan seputar BMT (Baitul Mal watTamwil) di Wonogiri masih saja bergulir. Pemkab setempat memberikan pernyataan, sedikitnya ada dua BMT terindikasi kredit macet atas pinjaman dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2007. Di sisi lain Pemkab menganggap pengurus BMT BSM (Bina Sejahtera Mandiri) Wuryantoro yang terbelit masalah keuangan tidak memiliki itikad baik.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindagkop UMKM) Wonogiri, Sumardjono melalui Kabid Koperasi dan UMKM Dwi Sudarsono membeberkan, 2 BMT di Wonogiri terindikasi kredit macet. Salah satunya, BMT Bina Sejahtera Mandiri (BSM) Wuryantoro. Satunya lagi, BMT Cepoko Putih di Kecamatan Karangtengah. Keduanya menikmati kucuran pinjaman Program Pemberdayaan Produktif Koperasi dan Usaha Menengah, tahun 2007.
“Ada 8 BMT yang menikmati pinjaman itu, per BMT dapat Rp 100 juta, satu di antaranya sudah lunas. Yang lima masih mengangsur secara lancar karena jatuh temponya sepuluh tahun sejak dikucurkan, berarti tahun 2016. Tapi ada dua tadi yang terindikasi kredit macet. BMT Cepoko Putih sudah tidak beroperasi lagi, sementara BSM ya sebagaiamana diketahui sedang bermasalah, sudah tidak memberikan laporan RAT (Rapat Anggota Tahunan),” tutur Dwi di ruangannya, Kamis (30/5).
Dwi menjelaskan pengembalian kredit dari BMT Cepoko Putih akan sulit sebab sudah tidak beroperasi lagi. Yang kemungkinan masih bisa diusahakan adalah BMT BSM Wuryantoro. Namun, itu juga tetap terhambat mengingat tengah bermasalah dan akses ke dalam BMT yang sulit tertembus dari luar.
“Saya menanyakan kenapa BMT BSM disegel oleh Saifudin? Padahal Saifudin hanya pengacara Adimas selaku pribadi pengurus, bukan pengacara lembaga. Kantor BMT itu kan milik lembaga bukan milik pribadi Adimas. Apalagi semua kunci dibawa Adimas. Kami ingin masuk jelas-jelas kesulitan, padahal kami ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya secara administratif itu seperti apa. Ini berarti sudah tidak ada itikad baik dari Adimas selaku ketua itu,” tandasnya.
Ditanya tentang uang nasabah miliaran rupiah yang tak bisa ditarik, dia menyebut bisa ditanggung oleh Pemkab. Dengan syarat, pihak Pemkab melalui Disperindagkop UMKM lah yang membubarkan BMT. Selanjutnya, aset BMT akan beralih kepemilikan ke Pemkab.
“Tapi kami ya mempertimbangkan total aset yang dimiliki BMT BSM itu seberapa. Kalau kami taksir tak sampai satu miliar. Jelas kami tak mungkin mengambil opsi pembubaran itu. Istilahnya tidak cucuk dengan pengeluaran Pemkab dalam menanggung kewajiban itu,” tandas Dwi.
Sedang sumber dari DisperindagkopUMKM menyatakan, dana nasabah BMT BSM sebenarnya bisa dicairkan asalkan sudah terbentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPSKSP) sesuai UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, jadi semacam LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) bagi perbankan. Permasalahannya, lembaga itu terbentuk.