Timlo.net — Revan Adiyaksa Amir (1,3 bulan) akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Akademis Makassar, Kamis (27/6) sekitar pukul 01:15 WITA. Bayi Revan sempat ditolak sejumlah Rumah Sakit (RS) milik pemerintah dan swasta dengan alasan ruangan perawatan penuh.
“Sebelumnya anak saya, saya bawa ke dokter umum karena mengalami muntaber, kemudian dibawa ke Rumah Rakit Umum Daya untuk mendapat perawatan, kemudian dirujuk ke RSU Wahidin Sudirohusodo, tetapi ditolak dengan alasan ruang PICU penuh pasien,” ujar Nirma, ibu kandung Revan di Makassar seperti dilansir Antara, Kamis (27/6).
Nirna menuturkan, awalnya Revan mengalami muntah-muntah dan dibawa ke dokter umum pada 21 Juni 2013. Tidak ada perubahan, dirinya membawa bayi Revan ke RSUD Daya pada Senin 24 Juni 2013.
Setelah dirawat beberapa hari, lanjut Nirma, kondisi Revan menurun dan terlihat tertidur. Namun setelah dicek dokter, ternyata bayi Revan dalam kondisi kritis. Pihak RSUD Daya merujuk ke RS Regional Wahidin Sudirohudo menggunakan ambulan pada Rabu 26 Juni malam.
Namun ketika tiba di RS Regional Wahidin Sudirohudo, petugas RS hanya memeriksa Revan di dalam ambulan, alasannya ruang perawatan anak Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sedang penuh.
Tidak ingin anaknya tersiksa karena dalam kondisi kritis, dia bersama suaminya (Amir) yang bekerja serabutan kemudian membawa anaknya ke Rumah Sakit Ibnu Sina. Sayangnya, pihak rumah sakit tersebut juga mengatakan alasan yang sama dan tidak menerima Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Nirma kemudian kembali membawa anaknya ke Rumah Sakit Awal Bros, lagi-lagi pihak rumah sakit mengatakan tidak punya ruangan khusus, dan tidak menerima peserta Jamkesda. Sekitar pukul 11:40 WITA anaknya kemudian dibawa ke RS Akademis dan akhirnya diterima dan ditangani. Namun terlambat, bayi Revan meninggal dunia karena kekurangan cairan dan kondisinya sangat lemah.
“Anak saya sudah tidak sadar waktu dibawa ke beberapa rumah sakit. Dan saya belum tahu harus membayar pakai apa di rumah sakit Akademis, KTP dan KK disuruh simpan sebagai jaminan, saya hanya pasrah saja pak, kami ini orang miskin,” ucap Nirna sambil menangis di Perumahan Haji Kalla II/24 Kelurahan Panaikang, Kecamatan Panakukang.
sumber : merdeka.com