Solo – Usulan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 1500 perliter yang diajukan pemerintah ke DPR baru-baru ini, jika disetujui berpotensi ‘mencekik’ pelaku industri sektor riil.
Sebagaimana diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo, Hardono, kenaikan harga BBM sebesar Rp 1500 hanya akan memberatkan kalangan industri yang bergerak di sektor riil. Mengingat, pemerintah baru saja menaikkan nilai upah minimum kota/kabupaten (UMK) sesuai kriteria hidup layak.
“Kalau nanti pemerintah menaikkan Rp 1.500, itu bagi sektor riil akan terasa, terutama bagi industri. Industri itu pada 2012 ini sudah ada kenaikan UMK berdasarkan standar hidup layak. Nanti ini BBM naik berarti kan bagaimana ini, apakah akan ada peninjauan lagi atau tetap. Ini kan menimbulkan dilema,” tutur dia, ketika ditemui wartawan, di sela-sela acara Forum Diseminasi Informasi ‘Peluang dan Potensi Pasar di Suriname dan Guyana’, di Solo Paragon, Rabu (29/2).
Meski diakui, Kadin mendukung kebijakan pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi, namun kenaikan yang ditetapkan diharapkan tidak sampai mengganggu kelangsungan usaha sektor riil. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan memengaruhi kenaikan harga produk dan belum tentu buyer alias pembeli akan menyepakati harga baru.
“Jadi memang ini dilema. Kalau tidak dinaikkan, ya subsidinya itu akan banyak bocor di mana-mana, tapi kalau naik ya jangan sedrastis itu. Bagi Kadin idealnya Rp 500,” pungkas Hardono.