Port-au-Prince – Jalan-jalan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, dipenuhi deretan jenazah, korban luka, dan orang-orang yang mengungsi dari reruntuhan gedung. Dalam waktu 35 detik, Port-au-Prince luluh lantak setelah diguncang gempa bumi berkekuatan hingga 7,0 skala Richter.
Gempa mengguncang pada Selasa pukul 16.53 waktu setempat atau Rabu (13/1) pukul 04.53 WIB. Ribuan orang dikhawatirkan tewas terkubur reruntuhan bangunan akibat gempa tersebut. Putusnya komunikasi menyulitkan perkiraan jumlah korban dan kerusakan.
Duta Besar Haiti untuk Amerika Serikat Raymond Joseph dalam konferensi pers kemarin di Washington mengatakan, terlalu dini untuk mengetahui korban dan kerugian akibat bencana itu.
Berjam-jam setelah gempa, debu dan puing-puing bangunan menyelimuti Port-au-Prince. Sebanyak 27 gempa susulan berkekuatan hingga 5,9 skala Richter terus terjadi sehingga warga terpaksa mengungsi di jalan-jalan. Hampir tak ada sudut kota, yang berpenduduk 2 juta orang itu, yang terhindar dari gelombang kerusakan.
Rumah sakit, hotel, sekolah, gedung pemerintah, dan rumah penduduk hancur. Markas Besar Misi PBB di Haiti (MINUSTAH) juga hancur. Sekitar 200 hingga 250 orang tengah bekerja di dalam gedung saat gempa terjadi, termasuk ketua misi, Hedi Annabi. Annabi diyakini tewas terkubur reruntuhan.
Istana Presiden berwarna putih yang menjulang di tengah Alun-alun Champs de Mars porak-poranda. Kubah istana roboh menimpa bangunan. Presiden Rene Preval dan ibu negara selamat, tetapi tidak ada informasi tentang keberadaan mereka. Menjelang malam, kegelapan total menyelubungi kota karena listrik padam. Asap kelabu membubung di beberapa bagian kota.
Ribuan orang berkumpul di alun-alun hingga larut malam, menyanyikan lagu dukacita.
”Seluruh kota gelap. Ribuan orang duduk di tepi jalan dan tidak tahu harus ke mana. Mereka berlarian, berteriak, dan menangis. Orang-orang mencoba menggali reruntuhan hanya berbekal senter,” tutur Rachmani Domersant, manajer operasi badan amal Food for the Poor.
Sumber : Associated Press