Wonogiri — Sendang Sinangka yang berlokasi di timur laut Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, Wonogiri tak dapat dipisahkan dari sepak-terjang Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) dalam menentang Penjajahan Belanda. Pasalnya di tempat itulah dirinya menemukan semangat baru dalam menggelorakan perjuangan.
Sendang Sinangka berjarak 2 kilometer dari pasar Krisak di Selogiri, arah ke selatan. Kalau menempuh perjalanan dengan memakai sepeda motor atau mobil, kurang lebih memakan waktu 5 menit. Begitu orang sampai disana akan dirasakan suasana damai, tentram dan teduh. Ini lantaran keadaan tempat tersebut penuh pepohonan, pohon beringin pohon duwet dan juga pohon bulu yang rindang.
Sinangka merupakan nama yang di berikan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa pendiri dinasti Mangkunegaran yang bergelar KGPAA Mangkunegara I. Raden Mas Said juga dikenal sebagai pendiri Kabupaten Wonogiri. Dikisahkan, konon pada sekitar abad 16 RM Said yang tidak bisa menerima perlakuan semena-mena dari penguasa kerajaan Mataram Kartasura, yang tidak lain pamannya sendiri Pakoe Boewono II.
Diikuti sejumlah pengikut setianya yang disebut Punggowo Baku Kawandoso Joyo, dia hengkang dari karaton. Mereka memilih pergi ke suatu tempat (sekarang menjadi wilayah Kabupaten Wonogiri )yang dikemudian hari dinamakan Nglaroh (dari kata Ngelar Roh atau menenangkan jiwa)
Ketika tiba di Nglaroh, Pangeran Sambernyawa melihat buah nangka yang tergeletak di tengah jalan. Begitu didekati ternyata nangka tersebut sudah masak dan mengeluarkan bau yang harum menggoda nafsu makan. Segera beliau memerintahkan punggawanya untuk mengupas nangka itu.
Ternyata nangka tersebut tidak bisa di belah dengan senjata apapun. Menyadari hal itu Pangeran Sambernyawa bersembahyang di tempat itu memohon petunjuk dari Allah SWT. Sejurus berlalu dia seakan mendapat petunjuk Nangka bisa dibelah asalkan senjatanya diasah terlebih dahulu pada sebuah batu hitam yang terletak tak jauh dari lokasi penemuan buah.
Begitu senjata diasahkan pada batu yang dimaksud, nangka kemudian dengan mudah dapat dibelah dan selanjutnya dimakan bersama Raden Mas Said berikut para pengikutnya. Sekarang batu itu dinamakan Watu Kosek (batu pengasah) dan tempat tersebut dinamakan Sendang Sinangka.
Waktu berganti, dan kini Sendang Sinangka banyak dikunjungi terutama pada malam Selasa Kliwon dan malam Jum’at. Tak hanya dari Wonogiri, yang datang dari daerah lain semisal Pacitan, Solo, DIY, dan Semarang terhitung cukup banyak.