Karanganyar — Pemberian jeda masa tanam di petak lahan budidaya cabai terbukti mampu menyiasati fluktuasi harga komoditas tersebut, terutama saat di level terendah. Kelompok Tani (Poktan) Taruna Intan Lawu, Desa Ganten, Kecamatan Kerjo yang menggunakan cara itu, juga memilih alur konvensional penjualan cabai.
“Kalau punya lahan cukup luas, sepetak itu dibagi beberapa kali tanam. Saat panen pertama, biasanya harga anjlok. Namun kita siasati dengan panen berikutnya. Misalnya saat ini harga Rp 6 ribu-Rp 7 ribu per kilogram. Ditunggu sepuluh hari lagi bakalan naik. Masa tanam sampai panen selama tiga bulan,” kata Ketua Poktan Taruna Intan Lawu, Sutarto, Minggu (10/3).
Ia bersama 14 anggota kelompoknya membudidaya cabai selama lima tahun terakhir di lahan berukuran dua hektare. Masing-masing anggota berlahan 2 ribu meter persegi. Saat ini, cabai yang dibudidaya jenis tampar. Sebelumnya, mereka menanam jenis hot beauty. Perubahan varian cabai menyesuaikan karakter pasar.
“Dulu hot beauty mencapai harga tertinggi Rp 64 Ribu perkilo. Terendah Rp 500 perkilo. Cabai jenis ini terlalu berisiko. Sehingga kami ganti tampar. Meski harga anjlok, tampar tak terlalu terjun bebas,” katanya.
Kelompok tani ini panen perdana cabai tampar pada awal Maret. Berkat pemberlakuan jeda tanam, mereka merasakan musim panen selama sebulan. Keuntungan yang dihasilkan, merurut Sutarto, cukup lumayan.
“Harga Rp 10 Ribu perkilo itu titik BEP (impas) dengan catatan upah harian Rp 65 Ribu,” katanya.
Sutarto dan petani cabai lain berharap pemerintah tidak hanya menggalakkan pembibitan atau budidaya cabai. Tetapi pemerintah membantu petani memasarkan. Sutarto dan petani lain di Ganten lebih memilih menjual ke pasar tradisional maupun ke sejumlah restoran karena proses pembayarannya lebih cepat.
“Hasilnya enggak seberapa tapi pasti. Kami jual ke pasar di Sragen, Solo, Karangpandan, dan pemilik restoran sekitar sini. Ada pabrik yang mau membeli tetapi standar pabrik. Kami harus kerja ekstra. Ada jaminan harga tetapi tidak semua cabai terjual karena quality control itu,” jelas dia.
Editor : Wahyu Wibowo