Solo — Letupan-letupan yang terjadi seperti isu kebocoran surat suara yang sudah tercoblos dan isu tentang akun yang diretas menjelang hari pemilu dari perspektif hukum, belakangan ini memang marak terjadi.
“Isu adalah berita yang belum pasti kebenarannya tetapi secara psikologis memang mempengaruhi masyarakat,” ungkap pakar Hukum Universitas Surakarta (UNSA) Dr Yovita A Mangesti SH MH kepada wartawan, di kampus UNSA, Surakarta, Senin (15/4).
Terhadap kebocoran surat suara, kata Yovita, diatur pada Pasal 514, Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah),” jelasnya.
Menurut dia, modus operandi tindak pidana pemilu bisa saja tidak tunggal, tapi berbagai macam. Sanksi bagi pelaku Tindak pidana pemilu diatur dalam pasal 488 sampai Pasal 554 Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Sementara itu, dalam hal peretasan akun, diatur pada Pasal 30 UU nomor 11 tahun 208 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengatur sanksi bagi siapa saja yang dengan tanpa hak mengakses computer atau system Elektronik orang lain. Varian delik ini meliputi: mengakses komputer atau system elektronikdengan tujuan memperoleh Informasi elektronik; melampaui, menjebol, melanggar system pengaman dari suatu Komputer atau Sistem Elektronik untuk dapat mengakses Komputer atau Sistem Elektronik.
Namun demikian, kata Yovita, kita tidak hanya bicara soal aturan hukum, tetapi jangan abaikan etika berkomunikasi. Karena letupan-letupan yang terjadi di masyarakat saat ini akibat dua hal, yaitu lemahnya etika dalam berkomunikasi dan integrasi bangsa yang melemah. Pemilu adalah pesta demokrasi, pesta yang mulia dan bermartabat. Maka, setiap orang haruslah menjadi pribadi yang bermartabat dengan memberikan yang terbaik di pesta rakyat yang mulia ini.
“Mari menghiasi dengan menjunjung etika, sehingga pesta ini secara estetika pun indah dipandang oleh bangsa-bangsa di seluyruh penjuru dunia,” ujarnya.
Editor : Wahyu Wibowo