Sragen – Untuk pertama kalinya Kabupaten Sragen menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA) tahun 2012. Penganugerahan KLA diserahkan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Rabu (3/10) lalu.
Ketua Gugus Tugas KLA Kabupaten Sragen, Djoko Purwanto dan Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan Setda Sragen. Titik Budhiastuti, mewakili Bupati Sragen dalam penerimaan penghargaan tersebut.
Kabupaten Sragen merupakan salah satu dari 40 kota/kabupaten se-Indonesia yang menerima penghargaan tersebut. Ke-40 kabupaten/kota penerima penghargaan KLA ini sebelumnya telah menyisihkan 100 kabupaten/kota lainnya yang masuk dalam daftar penilaian.
Untuk Propinsi Jawa Tengah, selain Kabupaten Sragen, ada beberapa daerah lain yang juga menerima pengharagaan serupa. Ada 15 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang menerima penghargaan KLA ini, yaitu, Cilacap, Surakarta, Kebumen, Semarang, Klaten, Rembang, Brebes, Magelang, Kudus, Wonosobo, Kota Magelang, Kota Semarang, Grobogan dan Banjarnegara.
Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Titik Budhiastuti mengatakan, Penghargaan KLA yang diterima ini merpakan penghargaan KLA tingkat Pratama. Dia berharap, untuk tahun-tahun ke depan bisa ditingatkan menjadi Penghargan Tingkat Madya.
“Kami berusaha untuk mempertahankan prestasi ini bahkan kami harap untuk tahun depan bisa meningkat,” katanya.
Menurut Titik, untuk meraih penghargaan Tingkat Madya, Kabupaten Sragen masih harus berbenah dalam hal penyediaan fasilitas bagi anak. “Selama ini kabupaten Sragen sudah memiliki fasilitas-fasilitas yang disediakan untuk anak-anak, misalnya Zona Lalu Lintas Selamat Anak, Penitipan anak-anak, Pondok Boro bagi Yatim Piatu dan taman bermain. Namun kita akan berusaha terus untuk menambah fasilitas-fasilitas lainnya seperti ruang laktasi,” kata Titik.
Titik menambahkan Prestasi tersebut juga merupakan sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Pasalnya, kabupaten atau kota penerima penghargaan ini dituntut untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan. Misalnya saja seluruh anak didaerah tersebut harus mengikuti program Wajib Belajar 9 tahun dan tidak ada pengamen dari kalangan anak-anak.